Korban tewas akibat gempa dahsyat yang mengguncang Turki dan Suriah pada awal pekan ini mencapai lebih dari 21.000 jiwa. Presiden Erdogan pun lalu menyebut gempa dahsyat itu sebagai malapetaka abad ini.

ISTANBUL - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyatakan bahwa bencana gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang mengguncang wilayah perbatasan antara Turki dan Suriah, yang dihuni lebih dari 13,5 juta orang dan telah menewaskan lebih dari 21.000 jiwa pada awal pekan ini, sebagai malapetaka abad ini.

Hal itu disampaikan Presiden Erdogan pada Jumat (10/2) setelah mendapat laporan bahwa angka korban tewas akibat gempa dahsyat pada Senin (6/2) telah melampaui angka 18.400 orang yang tewas dalam gempa 2011 yang memicu tsunami di lepas pantai Fukushima, Jepang, dan sekitar 18.000 orang yang tewas dalam gempa bumi dahsyat yang juga mengguncang Turki di bagian barat laut pada 1999.

Presiden Erdogan pun mengakui bahwa upaya penyelamatan oleh pemerintahannya berjalan lamban tak seperti apa yang diharapkan. "Begitu banyak bangunan yang hancur dan kami tak bisa mempercepat upaya pertolongan seperti yang kami harapkan," kata Presiden Erdogan saat meninjau Adiyaman, kota yang terparah yang terdampak gempa di wilayah selatan Turki,

Saat berita ini ditulis pada Jumat (10/2) malam, korban tewas akibat gempa di Turki mencapai angka 17.674 jiwa, sementara korban tewas di Suriah mencapai angka 3.377 jiwa.

Pada Jumat atau hampir 100 jam setelah gempa dahsyat melanda Turki dan Suriah, tim penyelamat masih menyisir puing-puing bangunan yang ambruk. Suhu dingin yang menggigit pun telah menghambat upaya pencarian di kedua negara.

Sementara bantuan kemanusiaan dari berbagai negara telah banyak mencapai Turki, namun konvoi bantuan pertama dilaporkan baru melintasi perbatasan Turki ke Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak pada Kamis (9/2). Penyeberangan melalui daratan adalah satu-satunya cara bantuan PBB dapat menjangkau warga sipil tanpa harus melalui wilayah yang dikuasai oleh pasukan pemerintah Suriah.

Laporan KBRI Ankara

Sementara itu Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara melaporkan bahwa mereka telah kembali mengirim tim evakuasi terakhir ke daerah gempa di Turki. Langkah itu diambil menyusul keberhasilan mengirimkan 4 tim evakuasi ke 4 titik gempa utama dan mengevakuasi 123 orang di hari kedua pasca gempa bumi.

"KBRI Ankara kembali mengirimkan satu tim ke daerah gempa. Tim evakuasi tersebut akan melakukan perjalanan panjang dari Ankara ke Diyarbakir, Sanliurfa, Hatay, dan Gaziantep selama tiga hari untuk menyisir WNI yang membutuhkan evakuasi ke Ankara. Tim berangkat dari Ankara pada Jumat pukul 04.00 dini hari," demikian pernyataan dari KBRI Ankara.

"Kami sudah menerima permintaan baru untuk evakuasi dari 12 WNI dari wilayah yang langsung terdampak gempa. Bukan tidak mungkin selama perjalanan akan ada permintaan baru yang masuk karena masih terus terjadinya gempa susulan," ungkap Eric Gokasi Nababan, Ketua Tim Evakuasi Tahap Kedua yang juga Atase Perdagangan KBRI Ankara.

"Kita harapkan ini evakuasi final.No one should be left behind," imbuh dia.

Dalam perjalanan evakuasi ini, tim juga akan mengantarkan 179 paket bantuan logistik bagi WNI yang tersebar di wilayah gempa yang memilih tinggal, namun membutuhkan dukungan logistik. Pengiriman ini dilakukan langsung oleh KBRI karena jalur pengiriman logistik sudah terhenti sama sekali.

Berdasarkan data yang dimiliki KBRI Ankara terdapat sekitar 500 WNI di 10 lokasi utama gempa di Turki. 123 orang sudah di evakuasi, 2 orang belum bisa dihubungi dan belum diketahui keberadaannya hingga saat ini, sementara sisanya sudah mendapatkan tempat yang aman di keluarga atau teman sehingga tidak meminta evakuasi. AFP/Anadolu/I-1

Baca Juga: