Energi baru terbarukan (EBT) bisa menjadi solusi energi hemat dan ramah lingkungan. Selain itu, juga dapat menjadi sumber elektrifikasi perdesaan guna mendorong perekonomian.

Listrik yang bersumber dari energi EBT saat ini tengah dikembangkan secara gencar. Energi tersebut bukan hanya ramah lingkungan, tapi menjadi solusi bagi ketersediaan listrik di wilayah terpencil.

Setelah 75 tahun Indonesia merdeka, elektrifikasi belum 100 persen. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rasio elektrifikasi masih 98,89 persen. Rasio 100 persen, kata ESDM dapat dikejar dengan cara memanfaatkan EBT.

Saat ini saja sekitar 25.000 rumah tangga di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum teraliri listrik. Bahkan wilayah yang sudah teraliri juga sering mati, sehingga mengganggu aktivitas ekonomi.

"Untuk NTT, elektrifikasinya masih mahal karena menggunakan tenaga diesel. Agar murah, perlu mengganti dengan sumber energi EBT," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa.

Guna meningkatkan elektrifikasi dan penggunaan EBT, ESDM bekerja sama dengan pemerintah Inggris meluncurkan program "Mentari," akronim dari Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia. Program kemitraan ini bertujuan mendukung pemulihan aktivitas ekonomi hijau Indonesia melalui percepatan pencapaian target bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial mengatakan, Mentari bertujuan mengurangi emisi sekaligus mewujudkan akses energi ke masyarakat dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sehingga pemanfaatannya bisa berkelanjutan.

"Komitmen Indonesia mengurangi emisi hingga 29 persen pada tahun 2030 sebagai upaya menuju energi bersih. Saat ini sedang dipersiapkan peraturan presiden tentang feed in tariff untuk menggenjot pemanfaatan EBT, khususnya di wilayah 3T: terdepan, terluar, dan tertinggal," kata Ego.

Langkah konkret ESDM mengonversi pembangkit-pembangkit berbasis fosil dengan EBT. Saat ini, tercatat terdapat 2.246 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 23 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan 46 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU).

Menurutnya, pembangkit-pembangkit listrik berbasis energi fosil ini akan dikonversi tiga tahun. "Untuk PLTD yang dikonversi berusia lebih dari 15 tahun. Sedang PLTU dan PLTGU lebih dari 20 tahun," tutur Ego.

Program Mentari bersama pemerintah Inggris akan berjalan dari tahun 2020- 2030. Ini merupakan salah satu terobosan penting dari implementasi transisi energi guna menstimulus perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19.

"Kehadiran Mentari sangat tepat. Kami optimistis, program tersebut mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif, serta menekan kemiskinan melalui pengembangan sektor energi terbarukan," ungkapnya.

Berpengalaman

Ego menambahkan, Inggris telah berpengalaman dalam pengembangan EBT dan menjadi negara tersukses di dunia dalam mengurangi porsi energi fosil secara drastis sejak pandemi berlangsung. Bahkan pada Juli 2020, Inggris menggelontorkan dana senilai 73 triliun rupiah untuk sektor energi terbarukan guna menstimulus pertumbuhan ekonomi domestik.

"Ini bukti komitmen kami terhadap energi berbasis ramah lingkungan, menciptakan lapangan kerja, serta mengembalikan aktivitas perekonomian," kata Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins.

Menurut Jenkins, Indonesia juga punya potensi besar menjadi salah satu negara terbesar di dunia dalam pengembangan EBT di masa mendatang. Apalagi sektor tersebut baru digarap 2,4 persen atau 10 Giga Watt (GW) dari total kapasitas untuk dikonversi menjadi listrik sebesar 442 GW.

"Indonesia memiliki peluang menjadi negara adidaya di sektor energi terbarukan. Apalagi kita tengah menghadapi tantangan pemulihan ekonomi global berbasis lingkungan (green economy) dan telah memasuki masa kritis dalam melawan perubahan iklim," jelas Jenkins.

Dalam kerja sama Mentari, Inggris akan berbagi pengalaman dalam menyiapkan kerangka regulasi di seputar EBT yang bermuara pada pembentukan iklim bisnis yang baik serta mendorong keterlibatan swasta dalam proyek-proyek baik sistem pembangkit on-grid maupun off-grid, terutama Indonesia Timur.

Selain bantuan teknis, mitra usaha (match-making), pengetahuan, dan inovasi, program ini akan fokus pada peningkatan kapasitas listrik di proyek mikro grid serta membangun hubungan dagang EBT di tingkat domestik maupun internasional.

"Ini fase baru bagi Indonesia dalam menjalankan transisi energi. Selain mengurangi emisi dan melindungi lingkungan, pemanfaatan EBT akan meningkatkan ketahanan energi dan membangun sistem listrik andal dengan biaya terjangkau," tutup Jenkins. hay/G-1*

Baca Juga: