LABUAN BAJO -Sebanyak enam satwa komodo (Varanus komodoensis) hasil pengembangbiakan (captive breeding-Ex-situ) yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT) dilepasliarkan ke habitat aslinya, Cagar Alam Wae Wuul, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (23/9).

Menurut siaran persnya, pengembangbiakan oleh BBKSDA NTT ini menggandeng lembaga konservasi satwa Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor dengan sokongan program konservasi PT Smelting.

Pelepasliaran enam ekor komodo sebagai implementasi program pentahelix konservasi satwa kebanggaan Indonesia ini dilakukan di pelataran Cagar Alam Wae Wuul, Manggarai Barat, NTT sebagai gelaran puncak Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2023.

Pelepasliaran enam Komodo ini dilaksanakan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK melalui Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG), Balai Besar KSDA Jawa Barat (BBKSDA Jabar) dan Balai Besar KSDA NTT.

DirekturTSI, Jansen Manansang, menegaskan komitmen pihaknya untuk menjaga kelestarian satwa komodo karena merupakan salah satu satwa yang dilindungi Undang-Undang.

"Kita menegaskan komitmen bersama KLHK dan PT Smelting untuk terus berupaya menjaga populasi komodo agar tetap lestari di Indonesia. Berbagai langkah konservasi dan habituasi telah kami lakukan dengan sangat serius agar populasinya tetap terjaga. Agar anak cucu kita bisa melihat komodo sampai kelak nanti," tutur Jansen, Sabtu (23/9).

Jansen juga berpesan agar seluruh elemen di Tanah Air untuk menjaga dan mencintai komodo yang merupakan kekayaan intelektual bangsa Indonesia.

"Komodo adalah kekayaan asli Indonesia yang harus terus-menerus dijaga. Keberadaan UU yang telah mengatur pelestarian komodo juga harus diimplementasikan dengan baik dan bijak," pesannya.

Sebelum menjalani pelepasliaran, telah dilakukan pula rangkaian kegiatan berupa sosialisasi di berbagai lokasi, antara lain di Bogor, Jakarta, Surabaya, Gresik, maupun di Labuan Bajo khususnya di desa sekitar CA Wae Wuul oleh Balai Besar KSDA NTT bekerja sama dengan Lembaga Konservasi TSI dan PT Smelting, serta pelatihan pengoperasian telemetry GPS dan pengolahan data untuk monitoring pasca pelepasliaran yang akan dilakukan selama tiga tahun di lokasi pelepasliaran.

Untuk melindungi populasi komodo dari kepunahan, pemerintah Indonesia telah menetapkan kawasan konservasi yang menjadi habitat komodo, di antaranya Taman Nasional Komodo dan Cagar Alam Wae Wuul.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Satyawan Pudyamoko melalui Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Genetik (KKHG) KLHK, Indra Exploitasia menyambut baik pelepasliaran komodo ini.

Lebih lanjut, Indra menyampaikan Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam terbesar di dunia.Wilayah Indonesia yang luas dengan karakteristik habitat yang beragam sangat mendukung kehidupan bagi berbagai jenis satwa liar, sehingga sebaran satwa di Indonesia sangat variatif.

Kawasan NTT sebagai salah satu habitat biogeografis unik memiliki ciri satwa khas dan endemik yang keberadaannya hanya dapat ditemui di wilayah tersebut, seperti biawak komodo.

"Upaya pelepasliaran komodo ke habitatnya dari pengembangbiakan di Lembaga Konservasi seperti TSI, merupakan implementasi programex situ linked to in situ. Semoga programex situ linked to in situini dapat direplikasi keberhasilannya oleh lembaga konservasi lain, dan komodo yang dilepasliarkan dapat hidup dan berkembang biak dengan baik di habitat alaminya," ungkapnya.

Sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku, salah satu fungsi lembaga konservasi dalam hal ini TSI adalah sebagai tempat cadangan genetik guna mendukung populasi in-situ, yang di antaranya dapat dimanfaatkan untuk pelepasliaran (restocking) ke habitat alaminya. Pelepasliaran ini merupakan bukti nyata bahwa konservasi ex-situ dapat mendukung konservasi in-situ atau dikenal dengan strategiex-situ linked to in-situ.

Indra berharap agar komodo yang dilepasliarkan ini mendukung kelestarian dan peningkatan populasi komodo di habitat aslinya.

Biawak komodo merupakan spesies yang dilindungi undang-undang, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018, dan dikategorikan sebagai spesies Endangered dalam daftar merah IUCN. Populasi komodo di alam liar, saat ini terbatas penyebaraannya di beberapa pulau seperti Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Nusa Kode, Pulau Komodo, dan Pulau Flores.

Di luar kawasan Taman Nasional Komodo, komodo dapat ditemukan pada kawasan konservasi lain yakni di Cagar Alam (CA) Wae Wuul, CA Wolo Thado, CA Riung dan Taman Wisata Laut 17 Pulau Riung.

Berdasarkan hasil monitoring yang serta analisis data ekspedisi komodo di Flores Tahun 2015-2018, komodo dapat ditemukan pula di luar kawasan hutan konservasi antara lain Pulau Longos, Golo Mori, Mburak, Tanjung Kerita Mese, Nanga Bere/ Nisar, (Kabupaten Manggarai Barat), Pota, Baras, Golo Lijun-Buntal (Kabupaten Manggarai Timur), serta Semenanjung Torong Padang (Kabupaten Ngada).

Tampak hadir dalam acara pelepasliaran komodo, di antaranya Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi; Anggota Komisi IV DPR, Julie Sutrisno Laiskodat; Direktur Nagoya Higashiyama Zoo, Yamaguchi; jajaran pimpinan KHLK dan tokoh masyarakat Labuan Bajo.

Baca Juga: