Empat negara anggota ASEAN telah menjadi negara mitra BRICS, sekelompok negara yang dipandang sebagai penyeimbang Barat.
SINGAPURA - Empat negara Asia Tenggara - Malaysia, Indonesia, Vietnam dan Thailand - telah menjadi negara mitra BRICS, sekelompok negara ekonomi berkembang yang dipandang sebagai penyeimbang Barat.
Dalam sebuah postingan di X pada Rabu (24/10), akun @BRICSInfo mengatakan 13 negara telah ditambahkan ke aliansi tersebut sebagai negara mitra. Sembilan negara lainnya adalah Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Nigeria, Turki, Uganda, dan Uzbekistan.
Mereka bukan anggota penuh kelompok yang didirikan pada tahun 2006 itu. Awalnya BRICS hanya beranggotakan Brazil, Russia, India, dan Tiongkok. Afrika Selatan bergabung pada tahun 2010, sementara Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab menjadi anggota BRICS tahun ini.
Negara-negara anggota mewakili lebih dari US$28,5 triliun atau sekitar 28 persen dari ekonomi global. KTT BRICS tahunan diadakan di Kazan, Russia dari tanggal 22 hingga 24 Oktober.
Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan mengatakan Malaysia sekarang dapat menikmati peluang perdagangan yang lebih baik karena blok tersebut memiliki populasi gabungan sebesar 3,2 miliar.
Malaysia juga berkomitmen untuk melanjutkan agenda Negara-negara Selatan dalam meningkatkan kolaborasi, khususnya selama masa jabatan Malaysia sebagai ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun depan, ujarnya dalam jawaban tertulis parlemen pada Kamis (24/10).
"Keinginan Malaysia untuk bergabung dengan BRICS merupakan upaya untuk menegakkan kebijakan dan identitas sebagai negara yang independen dan netral, mencapai keseimbangan dengan kekuatan besar, dan membuka peluang bisnis dan investasi baru," katanya, seperti dikutip oleh outlet media Malay Mail.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim telah mengonfirmasi pada 28 Juli bahwa Malaysia telah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan BRICS.
Sementara Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono secara resmi menyatakan keinginan Indonesia untuk bergabung dengan blok ekonomi BRICS sebagai pengejawantahan politik luar negeri nasional yang berdasar nilai bebas aktif.
Hal tersebut disampaikan Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Russia, Kamis (24/10) waktu setempat.
"(Bergabungnya RI ke BRICS) bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum," tegas Sugiono, sebagaimana pernyataan Kemlu RI yang dikuitp Antara , Jumat (25/10).
Ia mengatakan, keinginan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memandang BRICS sebagai wahana yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama negara-negara Selatan Global(Global South).
Thailand diwakili oleh Menteri Luar Negeri Maris Sangiamposa, sementara Vietnam diwakili oleh Perdana Menteri Pham Minh Chinh.
Diversifikasi Perdagangan dan Hubungan Luar Negeri
Kemungkinan keempat anggota ASEAN ingin meningkatkan peluang perdagangan, dan mendiversifikasi hubungan luar negeri mereka di tengah ketidakpastian geopolitik dan perang di Ukraina dan di Timur Tengah, kata analis risiko politik independen Halmie Azrie kepada CNA.
Motivasi lainnya bisa jadi adalah untuk "lebih menyenangkan Tiongkok dan dengan demikian diharapkan memperoleh persyaratan perdagangan dan investasi yang lebih baik dengan Tiongkok, karena Tiongkok jelas merupakan penggerak BRICS", kata Dr Oh Ei Sun, peneliti senior di lembaga pemikir Singapore Institute of International Affairs.
Bagi Malaysia dan Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, yang mendukung perjuangan Palestina, "ini juga merupakan upaya spontan untuk mengalahkan Barat yang (secara) kokoh mendukung Israel," kata Dr Oh.
Sementara beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran bahwa aliansi keempat negara Asia Tenggara dengan BRICS dapat membebani ASEAN, Dr Oh justru lebih optimistis. Status mereka sebagai negara mitra BRICS tidak mungkin berdampak banyak pada ASEAN, "selain dianggap semakin condong ke arah Tiongkok dalam pertikaian AS-Tiongkok di seluruh dunia", katanya.
Keempat negara tersebut juga dapat memberikan kawasan ASEAN "suara representatif" untuk menyampaikan isu atau berbagi perkembangan dengan negara-negara anggota BRICS, kata Halmie.
Dengan Malaysia sebagai ketua ASEAN pada tahun 2025, mungkin akan ada lebih banyak keterlibatan multilateral atau pertemuan ASEAN Plus dengan berbagai negara di BRICS, imbuhnya. Anwar Ibrahim mengundang Presiden Russia Vladimir Putin ke KTT ASEAN 2025 ketika mereka bertemu pada bulan September.
"Namun, masih ada kekhawatiran yang valid mengenai kemampuan BRICS untuk memerintah secara efektif mengingat kurangnya struktur formal, dengan lonjakan keanggotaan yang beragam," kata Tn. Halmie.
Kekhawatiran lainnya adalah bagaimana anggota baru dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi, tambahnya.