Empat menteri Kabinet Indonesia Maju, Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, Muhadjir Effendi, dan Tri Rismaharini bakal memberikan keterangan di MK terkait tupoksi dari pemerintah.

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Presiden Joko Widodo telah mempersilahkan para menteri untuk menghadiri panggilan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai saksi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024..

"Sudah disampaikan untuk hadir," kata Airlangga di Jakarta, Rabu (3/4).

Dia pun memastikan kesiapan untuk hadir, setelah menerima undangan dari MK pada Selasa (2/4) malam.

Terkait apakah ada arahan dari presiden soal kesaksian di MK, Airlangga menegaskan hanya sebatas menjelaskan apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari pemerintah.

Disinggung soal apakah ada koordinasi dengan tiga menteri lain yang dipanggil MK, Airlangga menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi sesama menteri di Kabinet Indonesia Maju.

Airlangga menuturkan kesaksian di MK, sebatas memberikan penjelasan mengenai mekanisme APBN terkait bantuan sosial (bansos) dan perlindungan sosial (perlinsos). "Bicara yang sifatnya pemerintahan saja," ujarnya.

Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan akan menghadiri panggilan MK, sebagai saksi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.

MK menjadwalkan pemanggilan empat menteri dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 pada Jumat (5/4). Menteri lain yang dipanggil sebagai saksi adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendi, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo mengatakan pemanggilan para pihak itu berdasarkan hasil rapat permusyawaratan hakim. "Kepada para pihak, perlu disampaikan bahwa hari Jumat akan dicadangkan untuk pemanggilan pihak-pihak yang dipandang perlu oleh Mahkamah Konstitusi, berdasarkan hasil rapat Yang Mulia para hakim tadi pagi," kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK I RI, Jakarta, Senin.

Selain keempat menteri tersebut, MK juga menjadwalkan pemanggilan untuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Suhartoyo menegaskan, pemanggilan lima pihak yang dikategorikan penting untuk didengarkan oleh MK ini bukan bentuk akomodasi permohonan dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Kepala Pemerintahan

Sementara itu, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menilai bahwa akan sangat ideal apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) dihadirkan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan keterangan.

Pernyataan tersebut menanggapi pertanyaan awak media usai sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Rabu, terkait perlu atau tidaknya Presiden Jokowi memberikan keterangan dalam sidang lanjutan perkara tersebut.

"Presiden Jokowi itu kan kepala pemerintahan. Kalau Presiden memang bisa didatangkan oleh Ketua Majelis Hakim MK, itu akan sangat ideal karena memang tanggung jawab pengelolaan dana bantuan sosial (bansos) pada akhirnya berujung ke Presiden," kata Todung.

Menurutnya, menteri yang berkaitan langsung dengan bansos, yaitu Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Mensos Tri Rismaharini, memang akan dihadirkan di MK untuk memberikan keterangan, namun tanggung jawab utama berada di Presiden.

"Jadi, menurut saya, kalau bisa dihadirkan, itu sudah sangat bagus, sangat ideal, dan akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada pada benak publik," kata dia.

Namun, dirinya meragukan Majelis Hakim MK akan mempertimbangkan untuk memanggil Presiden. "Soal apakah Ketua Majelis mempertimbangkan itu, saya melihat tanda-tanda itu tidak kelihatan," pungkasnya.

Baca Juga: