JAKARTA - Perusahaan solusi keamanan teknologi informasi asal Inggris yang terdaftar di bursa efek London dengan kode saham SOPH, yakni Sophos Group Plc mengungkapkan serangan kejahatan siber bakal mengancam kinerja perusahaanperusahaan di Indonesia.

Senior Director Sophos untuk ASEAN dan Korea, Sumit Bansal, mengatakan tren kejahatan siber yang terjadi sepanjang tahun 2018 dideteksi semakin mengganas sehingga harus menjadi perhatian semua pihak ke depannya.

"Dari 2.000 perusahaan yang kita survei secara global, kita menemukan 77 persen telah di-attack dan lebih parahnya lagi, 55 persen dari 77 persen tersebut memiliki serangan yang sama dan terus berulang," kata Sumit saat dihubungi, Senin (3/12).

Di menambahkan, kebanyakan perusahaan tidak terbuka terkait dengan kejahatan siber, seperti kasus Uber, yang kehilangan berapa juta data dan baru diberitahu ke publik terkena ransomware setelah 2 tahun kemudian.

"Bahkan, banyak yang tidak memberitahukan terkena ransomware. Padahal, rata-rata biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menangangi ransomware sekitar 133 ribu dollar AS, " papar Sumit.

Terkait keamanan data perusahaan, Sumit mengatakan Sophos adalah pemimpin dalam fase point endpoint dan network security yang memberikan solusi dari sinkronasi keamanan secara simple dan otomatis terbarui.

"Target kita seluruh institusi yang mempunyai keterbatasan IT Resources, terutama mempunyai pegawai di bawah 5.000 dan keterbatasan pada IT Security, itulah pangsa pasar kita," jelasnya.

Lebih lanjut Sumit menjelaskan Sophos menerapkan layanan keamanan siber atau cybersecurity dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) Deep Learning untuk mengantisipasi kejahatan dunia maya yang terus berkembang.

Teknologi AI deep learning yang dipakai Sophos paling mutakhir, karena penggunanya tinggal duduk tenang karena yang bekerja adalah mesin. yok/AR-2

Baca Juga: