JAKARTA - Pemerintah terus berupaya menekan emisi karbon yang trennya diperkirakan meningkat dalam hampir dua dekade ke depan. Puncak emisi karbon sektor energi di Indonesia diperkirakan pada 2039 sebesar 706 juta ton CO2e dari 530 juta ton CO2e pada 2021.

"Emisi berkurang secara signifikan setelah 2040 mengikuti selesainya kontrak pembangkit fosil," ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Jakarta, Senin (21/2).

Pada 2060, lanjut dia, emisi pada pembangkit adalah nol. Sementara tingkat emisi 2060 pada skenario NZE masih sebesar 401 juta ton CO2e yang berasal dari sisi demand, utamanya dari sektor industri dan transportasi.

"Saat ini Tim NZE (Net Zero Emission) Kementerian ESDM masih melakukan pendalaman roadmap melalui pendetailan dari sisi suplai dan demand, serta melakukan exercise untuk menentukan target penurunan emisi optimal dari sektor energi pada 2060," ujar Arifin.

Demi menekan emisi, tahun lalu, RI memangkas emisi karbondioksida (CO2) pembangkit listrik sepanjang 2021 hingga 10,37 juta ton atau mencapai 210,8 persen dari target sebesar 4,92 juta ton.

Kementerian ESDM memaparkan, reduksi emisi CO2 pembangkit listrik dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada 2020, Kementerian ESDM menargetkan angka penurunan emisi karbon di pembangkit sebesar 4,71 juta ton. Bahkan realisasinya mampu mencapai 186 persen atau 8,78 juta ton dari target yang ditetapkan. Adapun pada 2022, Kementerian ESDM telah menetapkan angka 5,36 juta ton pada reduksi emisi CO2 pembangkit litsrik.

Manajer Riset Seknas Fitra Badiul Hadi menegaskan demi mempercepat proses transisi energi, Pemerintah harus mengoptimalkan strategi yang sudah disusun meliputi carbon price, carbon market, dan carbon tax dan renewable energy, sehingga program transisi energi berjalan baik dan efektif.

Ciptakan Pasar

Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet berharap agar pemerintah mampu menciptakan pasar bagi listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) di Tanah Air. Terlebih lagi setelah PLN memaparkan terkait kebutuhan listrik yang bisa diisi oleh pembangkit EBT.

Dia berharap agar pemerintah bisa menarik minat swasta untuk berinvestasi dalam hal penyediaan fasilitas atau insentif. Sebab, tanpa adanya langkah langkah seperti ini investor swasta bisa saja tak berminat. Akibatnya potensi EBT yang besar di RI tak bisa dimanfaatkan.

"Menciptakan pasar itu misalnya fasilitas umum seperti, kantor pemerintah di pusat dan daerah, bandara, stasiun kereta api juga harus gunakan EBT dari PLTS," kata dia.

Baca Juga: