Yang disampaikan Elon Musk itu sudah sering kali dikemukakan, hanya saja para menteri baru mengangguk kalau Elon Musk yang menyampaikan.
JAKARTA - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ditambah baterai akan membantu menyelesaikan permasalahan energi dunia.
Selain itu, kombinasi panel surya dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) juga bisa jadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan energi dunia.
CEO SpaceX dan juga Tesla Inc, Elon Musk, dalam pembukaan World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali yang dipantau secara daring, Senin (20/5), mengatakan potensi itu berasal dari sinar matahari yang menyinari bumi sedemikian besar, namun dunia masih meremehkan energi surya itu sebagai andalan memenuhi kebutuhan listrik.
Padahal, potensinya sangat melimpah dan menjadi sumber energi bersih yang bisa mencukupi kebutuhan energi manusia.
Setiap hari, kata Musk, seluas satu kilometer persegi permukaan di Bumi menerima radiasi sinar matahari sekitar satu gigawatt (GW).
"Kekuatan puncaknya sekitar satu GW, bila potensi tersebut dimaksimalkan, energi listrik yang bisa dihasilkan mencapai satu gigawatt jam (GWh) per satu kilometer persegi.
Tentu, matahari tidak bersinar sepanjang waktu.
Jadi, ketika Anda menjaring semuanya, berapa banyak energi per hari yang dihasilkan satu kilometer persegi? Kira-kira satu gigawatt per kilometer persegi, per hari.
Itu merupakan jumlah yang cukup banyak," jelas Musk.
Lebih lanjut, dia juga memberikan analogi lain bahwa sebagian panas matahari yang didapat dari Gurun Sahara, mempunyai potensi untuk menghasilkan listrik untuk seluruh wilayah Eropa.
Namun, besarnya tenaga surya yang tersedia seringkali kurang dipahami dengan baik.
Padahal, menurutnya, perhitungannya sangat jelas.
Oleh karena itu, pemanfaatan energi tersebut dapat menjadi salah satu solusi untuk menyediakan ketersediaan air bersih di seluruh dunia.
"Desalinasi, seperti yang telah diketahui oleh sebagian besar orang, kini menjadi sangat murah.
Memang benar, ketersediaan air bersih hanyalah soal energi dan pengangkutan air," kata Musk.
Pengembangan PLTS saat ini semakin murah dibandingkan lima bahkan 20 tahun lalu.
Harga PLTS saat ini sudah sangat jauh lebih murah.
Begitu juga dengan harga baterai yang anjlok dalam lima tahun terakhir, bahkan telah turun 10 kali lipat.
"Kombinasi antara PLTS dan baterai bisa menjadi solusi yang saling melengkapi," katanya.
Direktur eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, yang diminta pendapatnya mengatakan apa yang disampaikan Elon Musk itu sebenarnya sudah sering kali dikemukakan, hanya saja para menteri-menteri baru pada mengangguk kalau Elon Musk yang menyampaikan.
"Artinya, tinggal pemerintah dan PLN saja.
Jangan ada lagi keraguan untuk eksekusi," tegas Fabby.
Di dunia, kata Fabby, energi yang melimpah ruah itu energi surya, lalu energi bayu atau angin.
Namun, energi angin itu sangat dipengaruhi oleh energi surya.
Potensi dua energi tersebut sangat besar di Indonesia.
Dari perhitungan IESR, papar Fabby, untuk memenuhi target net zero emission (NZE) pada tahun 2050 sekitar 80 persen energi itu bisa bersumber dari energi surya dan angin.
Itu tidak hanya untuk kelistrikan, tetapi juga untuk kebutuhan lainnya dan pasti lebih murah ketimbang energi fosil.
Elon Musk, papar Fabby, sebenarnya mau mengombinasikan penggunaan energi storage, untuk menyimpan energi dengan baterai.
Cara tersebut sangat cocok diterapkan untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah daerah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Selama ini, papar Fabby, dedieselisasi di daerah 3 T itu kurang berjalan lancar, padahal sebenarnya energi surya itu sangat melimpah di sana, tetapi pemerintah kurang serius mengembangkannya, padahal jika didorong akan lebih hemat ketimbang menggunakan diesel.
"Memang karena kondisi energi surya sama angin tidak tentu maka perlu energi storage sebagai penyimpan energinya.
Itu mesti dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan energi surya di daerah-daerah," paparnya.
Tekan Kerusakan Lingkungan
Sementara itu, pakar hukum lingkungan Universitas Airlangga, Surabaya, Suparto Wijoyo, mengatakan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga surya dan baterai tidak hanya akan menjadi solusi masalah energi, tetapi sekaligus menekan ancaman kerusakan lingkungan di tengah berbagai bencana iklim yang kerap terjadi.
"Penting untuk menumbuhkan kesadaran atas dampak negatif dari penggunaan energi fosil.
Polusi karbon dari penggunaan energi fosil sudah menjadi masalah global mendesak, karena menjadi ancaman signifikan ke lingkungan, kesehatan, dan ekosistem," kata Suparto.
Oleh sebab itu, energi terbarukan akan menjadi solusi jitu dari ancaman krisis energi, sekaligus ke depan dapat membantu mencegah berbagai bencana lingkungan yang disebabkan perubahan iklim.