JAKARTA - Pemerintah Indonesia memproyeksikan nilai ekspor pada tahun 2023 tumbuh sebesar 12,8 persen. Angka itu memang melambat dibandingkan pertumbuhan ekspor 2022 yang mencapai 29,8 persen. Demikian disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1).

Namun, menurut Menko Perekonomian, proyeksi itu ditetapkan dengan asumsi nilai basis yang sudah tinggi.

"Kita memproyeksikan pertumbuhan ekspor tahun ini melambat daripada tahun lalu, karena basisnya sudah naik tinggi," kata Menko Airlangga Hartarto dalam keterangan pers seusai mengikuti Rapat Terbatas tentang Ekspor dan Investasi yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sementara untuk impor 2023 diproyeksikan naik sebesar 14,9 persen setelah tumbuh 29,4 persen pada 2022.

Menko Airlangga Hartarto menjelaskan perlambatan tersebut tidak lepas dari pengamatan perkembangan perekonomian global yang diproyeksikan pertumbuhannya menurun.

"Kita lihat beberapa pertumbuhan (ekonomi) akan juga ada perbaikan terutama di Tiongkok di region ini, dan Indonesia juga masih diproyeksikan positif," kata Menko Airlangga sebagaimana dikutip Antara.

Pasalnya, Indonesia termasuk dalam sejumlah negara dengan tingkat resiliensi karena ketergantungan dengan ekspornya relatif rendah ataupun berkontribusi kurang dari 50 persen.

Menko Airlangga Hartarto menyebutkan Indonesia berada pada tingkat kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 45 persen, lebih baik dibandingkan Jepang yang mencapai 47 persen, tapi di bawah Brasil (40 persen), Tiongkok (39 persen), dan Amerika Serikat (28 persen).

Ketergantungan ekspor di bawah 50 persen sekaligus membuktikan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran negara dengan pasar domestik yang kuat.

Perlambatan juga diproyeksi terjadi pada pertumbuhan perdagangan Indonesia, yang tahun 2022 mencapai 3,5 persen, sementara untuk tahun 2023 ini diperkirakan hanya satu persen.

Baca Juga: