Ekspor pasir laut bakal mendorong aktivitas pengerukan secara besar-besaran sehingga berisiko merusak ekosistem laut.
JAKARTA - Keputusan pemerintah kembali melegalkan ekspor pasir laut ditenggarai hanya menguntungkan segelintir orang (oligarki), tetapi mengabaikan kepentingan nasional terkait ekosistem laut. Padahal, aturan ekspor ini sudah ditutup selama 20 tahun.
"Karenanya publik patut mencurigai, kebijakan buka keran ekspor pasir laut ini berlatar belakang rente ekonomi, yang menguntungkan segelintir oligarki dengan merusak ekosistem laut," tegas Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, kepada Koran Jakarta, Selasa (17/9).
Anthony menegaskan pengerukan pasir laut untuk ekspor dengan alasan mengendalikan dan membersihkan sedimentasi di laut tidak dapat diterima sama sekali. Menurutnya, alasan ini hanya akal-akalan demi meraup untung miliaran dollar, tanpa peduli kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup laut.
Kalaupun untuk membersihkan sendimentasi laut, lanjut dia, pemerintah bisa menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) atau pemerintah daerah yang berwenang di sepanjang jalur pembersihan sedimentasi laut tersebut untuk melakukan pembersihan sedimentasi di maksud.
"Bukan sebaliknya, malah memberi payung hukum pengelolaan sedimentasi laut dan izin ekspor pasir laut kepada swasta, dengan keuntungan jutaan sampai milliaran dollar," ujar Anthony.
Karena itu, menurutnya, alasan pembersihan sedimentasi laut yang diserahkan kepada swasta ini secara telanjang mata merupakan alasan mengada-ada, dan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak lain, dan merugikan keuangan negara.
Di penghujung pemerintahannya, semestinya kabinet saat ini tidak membuat kebijakan strategis dan kontroversial seperti ekspor pasir laut yang menguntungkan pihak lain atau korporasi, dan secara nyata merusak lingkungan hidup.
Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diduga secara terang-terangan telah menyalahgunakan kewenangannya dengan tujuan menguntungkan pihak lain atau korporasi. Pemerintah semestinya tidak menjadi beking para oligarki, apalagi masa tugas kebinet ini akan berakhir, yang seharusnya sudah masuk tahap demisioner karena sudah ada presiden terpilih yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang.
"Atau bisa saja pemerintah menerima manfaat ekonomi dari kebijakannya yang sangat kontroversial tersebut, yang merusak ekosistem laut dan menguntungkan para oligarki," jelasnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, papar Anthony, banyak kebijakan sangat ironi. Pemerintah sebelumnya juga memberi status PSN (Proyek Strategis Nasional) untuk PIK-2 dan BSD, yang membuat penduduk setempat dapat diusir secara paksa.
Secara komersial, proyek PSN PIK-2 dan BSD akan memberi keuntungan ratusan triliun rupiah kepada oligarki pengembang kedua kawasan PSN tersebut.
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan dua aturan terkait ekspor pasir laut. Aktivitas melegalkan aktivitas pengerukan dan pengiriman pasir laut dari wilayah Indonesia untuk kemudian dijual ke luar negeri diatur dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024. Regulasi ini merupakan Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor.
Aturan lainnya yaitu Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Namun disebutkan pula, ekspor sedimen laut, termasuk pasir, hanya dapat dilakukan jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.
Dua Permendag itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang diajukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pengaturan ekspor ini bertujuan untuk mengatasi sedimentasi yang dapat mengurangi kapasitas ekosistem pesisir dan laut, serta menjaga kesehatan laut.
Selain itu, ekspor sedimen juga diatur untuk memaksimalkan pemanfaatan hasil sedimentasi bagi pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Pemerintah Membantah
Presiden Jokowi menegaskan yang diizinkan untuk diekspor adalah sedimen laut yang mengganggu jalur pelayaran kapal bukan ekspor pasir laut.