JAKARTA - Rencana Pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang akan membuka kembali ekspor benih lobster (benur) dinilai sebagai langkah mundur. Langkah tersebut diyakini bakal mematikan para pembudi daya.

Menyoroti hal itu, Pengamat Maritim Dr. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa mengkhawatirkan nasib para pembudidaya benih lobster tradisional jika kran ekspor benur benar-benar dibuka. "Ekspor benur tidak perlu dilakukan karenak sangat merugikan pihak Indonesia," tegas Capt. Marcellus Hakeng di Jakarta, Selasa (16/1).

Menurut Dr. Marcellus, di era menteri kelautan dan perikanan Kabinet Kerja Susi Pudjiastuti, ekspor benur dilarang. Adapun Susi menolak ekspor komoditas ini karena tidak rela bila kekayaan alam Indonesia harus diekspor dalam bentuk benih, bukan lobster siap konsumsi.

"Saya sangat setuju ketika di era Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengeluarkan aturan pelarangan ekspor benur,"ungkapnya

Larangan itu tertuang Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan. Lobster yang diperbolehkan ditangkap memiliki ukuran panjang karapas di atas 8 cm. Permen tersebut berlaku sejak 7 Januari 2015.

Parahnya, ekspor benur hanya merugikan Indonesia karena nilai ekspor tidak terlalu besar. Larangan Ekspor benur untuk melindungi ekosistem benih lobster di perairan Indonesia, yang notabene sebagai bakal calon lobster dewasa.

"Jika benurnya saja sudah tidak ada bagaimana mungkin akan ada lobster dewasa yang dapat dimanfaatkan oleh nelayan Indonesia. Penangkapan lobster dilakukan untuk komoditas dewasa," ungkapnya.

Bobroknya lagi, tarik ulur ekspor benur itu dikhawatirkan akan berdampak pada nasib pembudidaya lobster lokal.

"Saya khawatir kerjasama ekspor benur dengan pihak Vietnam justru malah merugikan pembudidaya lobster tradisional. Artinya, tidak menguntungkan pihak Indonesia," ujar dia

Selain itu juga, ekspor benur akan memunculkan lahan baru untuk praktik Korupsi, kolusi dan nepotisme di KKP dalam hal menentukan Perusahaan yang ikut dalam bisnis ekspor benur.

"Bisa saja Perusahaan besar yang akan diuntungkan dengan proyek ekspor benur ini, mendapatkan harga benur murah dari nelayan dan dijual lebih mahal. Intinya, tolak ekspor benur yang akan memusnahkan lobster dewasa dan merugikan keuangan negara," tuntasnya.

Diketahui, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono ingin Indonesia punya peran strategis di supply chain Lobster dunia. Rencananya KKP akan menggandeng Vietnam. Pembukaan keran ekspor benur menurut Menteri KKP untuk menekan ekspor ilegal benur setiap tahunnya yang bernilai fantastis 300 jutaan.

Di era kepemimpinan Menteri KKP Edy Prabowo sudah dibuka kembali dengan Permen KP Nomor 12 tahun 2020 yang terbit Mei 2020. Namun Permen tersebut dibatalkan kembali dengan keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2021.

Kemudian keluar kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) di wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 12 Agustus 2022.

Permen tersebut dikeluarkan dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan benih bening lobster serta untuk memenuhi kebutuhan pembudidayaan lobster di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Baca Juga: