Kamboja menjadi destinasi baru ASEAN untuk berwisata. Para pelancong biasanya pertama-tama menuju kawasan Angkor di Siem Reap. Namun, tidak lengkap bila ke Kamboja belum ke Ibu Kota Phnom Penh.

Kalau pernah ke Notre Dame de Paris (Katedral Paris, Prancis), mungkin ratusan burung dara bukan sesuatu yang baru ketika melihat merpati tersebut berada di depan Istana Phnom Penh, Kamboja. Seperti di Notre Dame de Paris, di depan istana yang dibangun keluarga Norodom ini juga menjadi daya tarik wisatawan.

Banyak wisatawan bercanda sambil memberi makan ratusan atau mungkin ribuan burung merpati tersebut. Anak-anak terlihat senang bercengkerama dengan burung dara, juga termasuk turis lokal.

Istana Phnom Penh nama panjangnya dalam bahasa Khmer adalah "Preah Barum Reachea Veang Nei Preah Reacheanachak Kampuchea". Tempat kediaman keluarga raja Kamboja ini menjadi salah satu tujuan wisata. Istana ini dibangun tahun 1860- an. Sejak itu, para raja tinggal di istana. Namun, saat rezim kejam Polpot (Khmer Merah) berkuasa, para raja mengungsi ke luar negeri. Yang cukup terkenal dan lama tinggal di istana adalah Pangeran Norodom Sihanuk. Kalau Istana Negara Jakarta memunggungi Sungai (Ciliwung), Istana Phnom justru berlatar depan sungai yang bersih, dan tidak bau.

Urutannya, istana lalu halaman atau lapangan, kemudian jalan raya, trotoar lebar, baru Sungai Mekong. Ini sebenarnya sungai cabang pertemuan Sungai Tonle Sap dan Mekong. Sungai pertemuan ini disebut Chaktomuk (empat muka). Kata ini mengandung makna dewa Brahma yang dianggap memiliki empat muka menghadap barat, timur, utara, dan selatan.

Sebenarnya, Kamboja lama sekitar abad delapan atau sembilan sampai abad 15 senantiasa dikomando dari Siem Reap, yaitu yang disebut daerah Angkor. Di sini terdapat istana megah Angkor Wat. Perpindahan ibu kota dari Angkor ke Phnom Penh kemungkinan karena Angkor diserang Kerajaan Siam (Thailand). Maka, Kamboja sepertinya juga pernah dikuasai Siam sehingga banyak bangunan, termasuk model-model istana atau pura, mirip dengan di Thailand.

Akibat serangan Siam, sepertinya pusat pemerintahan Kerajaan Khmer dipindah ke Phnom Penh, sampai sekarang di era PM Hunsen. Setelah puas bermain dengan merpati, para wisatawan dapat bersantai di sepanjang Sungai Chaktomuk. Mereka bisa dudukduduk sambil memperhatikan kapal-kapal yang melintas. Jika pada malam hari, pemandangan di seberang sungai tampak lampulampu dari bangunan-bangunan modern, seperti hotel-hotel internasional. Jika waktunya pas, wisatawan juga dapat masuk ke dalam istana.

Killing Field

Rezim Polpot mungkin lebih kejam dari Hitler, walau dari sisi jumlah korban pembunuhan tak sebanding. Hitler memasukkan manusia ke ruang-ruang gas sehingga lebih cepat mati. Polpot menyiksa orang-orang Kamboja sebelum akhirnya dibunuh. Tak kurang dari dua juta warga dibantai.

Untuk mengenang para korban, wisatawan dapat melihat museum Killing Field, di Kota Phnom Penh. Untuk menuju tempat ini dari istana sekitar 15 kilometer. Turis dapat melihat tengkorak dan sisa-sisa kekejaman Polpot lainnya. Hanya, untuk menghormati para korban kekejaman, wisatawan dilarang berisik ketika menjelajahi museum. Begitu memasuki area peninggalan kekejaman Polpot, mereka lebih banyak membisu. Ini mungkin lebih sebagai ziarah kubur daripada piknik.

Tuol Sleng sengaja dipilih sebagai museum karena dulu memang menjadi area atau ladang genosida dan langsung dikubur di sini. Para terbunuh adalah keluarga dan kerabat lawan politik Khmer Merah. Di sini tersimpan kejadian tahun 1970-an tersebut seperti tempat penyiksaan, kuburan, tengkorak, tulang-tulang manusia, dan bekas baju para korban. Mereka disimpan di Museum Choeung Ek Genocidal Center.

Para wisatawan biasanya membeli oleh-oleh di Pasar Sentral. Di sini, berbagai pernak-pernik Kamboja tersedia dengan banyak pilihan. Ada baju dan kaos khas setempat. Pasar ini berjarak sekitar dua kilometer dari istana.

Pelancong juga dapat mengunjungi night market (pasar malam). Sama di sini juga banyak aksesori dan pernak-pernik etnik Kamboja. wid/G-1

Tak Diskriminatif, Bandara Ramah Becak

Bandara-bandara Indonesia "sok" steril. Mereka mengusir angkutan umum bila mendekati bandara. Hal ini juga terlihat di Bandara Soekarno Hatta. Lihat saja yang boleh mendekat ke bandara malah taksi dan busbus khusus. Mobil pribadi malah dijauhkan dari penurunan calon penumpang. Malahan di terminal III, yang katanya Ultimate, hanya taksi dan bus Damri yang boleh menunggu penumpang di halaman bawah di jalur pulang. Mobil pribadi diarahkan ke lantai III atau tempat parkir. Itu mobil pribadi, bagaimana motor atau kendaraan lain. Juga taksi online dilarang mendekat.

Pemandangan berbeda terjadi di Bandara Phnom Penh. Di sini tidak ada diskriminasi. Becak pun boleh bercampur dengan mobil-mobil mewah yang mengantar penumpang sampai di mulut gerbang bandara. Kamboja lebih ramah dengan angkutan umum. Becak motor tidak dilarang untuk mengantar penumpang sampai mulut gerbang masuk bandara Phnom Penh. Di Adisucipto Yogyakarta, malah pernah ada insiden sopir taksi online "ditelanjangi" karena berada dekat gerbang.

Ah… Kamboja jauh lebih maju dalam memperlakukan angkutan umum. Tak ada diskriminasi. Andai masih ada, rasanya bemo tidak mungkin boleh ke bandara. Juga penggantinya, mobil-mobil kecil itu, rasanya akan dilarang kalau mendekati bandara. Jangankan mendekati gerbang masuk bandara, jauh di mulut area bandara mungkin sudah ditangkap.

Rasanya, perlu juga bandarabandara Indonesia meniru Kamboja. Jangan ada diskriminasi. Untuk bandara daerah lain bisa saja terjangkau becak, seperti Adisucipto. Jadi, jangan dilarang becak masuk bandara. Sebab banyak juga turis yang senang naik becak. Becak motor juga ada di Medan. Apakah mereka boleh masuk Kuala Namu? Kamboja termasuk negara "baru", namun mobil-mobil yang berseliweran di jalanan sangat-sangat mahal.

Merek-merek terkenal dan mobil-mobil baru yang belum masuk Indonesia, sudah memenuhi Kamboja. Jadi, daerah-daerah lain yang memiliki armada unik sebaiknya diizinkan juga mengantar penumpang ke bandara. Jangan ada diskriminasi. Harus ramah angkutan umum. Perlakukan sama. Jangan istimewakan taksi dan Damri. wid/G-1

Baca Juga: