» The Fed kemungkinan akan melanjutkan jalur kenaikan suku bunga setelah jeda awal bulan ini.

» Kenaikan tingkat suku bunga oleh BI diperlukan untuk mencegah pelemahan rupiah yang makin dalam.

JAKARTA - Kurs nilai tukar rupiah diperkirakan masih terus tertekan karena ekspektasi pelaku pasar akan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate atau FFR akan terus berlanjut. Ekspektasi itu seiring dengan pernyataan Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed), Jerome Powell, baru-baru ini yang tetap hawkish.

Analis Pasar Uang, Lukman Leong, menyatakan pelemahan rupiah terhadap dollar AS pada pembukaan perdagangan akhir pekan ini karena ekspektasi dan prospek kenaikan suku bunga the Fed.

"Powell melihat inflasi tidak akan mencapai target 2 persen hingga 2025," kata Lukman Leong ketika ditanya Antara, di Jakarta, Jumat (30/6).

Untuk saat ini, the Fed terlihat akan terus hawkish hingga akhir tahun. Selain itu, penguatan dollar AS juga dipengaruhi data klaim pengangguran AS yang lebih baik dari perkiraan serta revisi Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2023.

AS pada awalnya memperkirakan pertumbuhan hanya 1,3 persen, kini menjadi 2,0 persen yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS yang lebih kuat.

"The Fed melihat hal ini dipicu oleh permintaan yang kuat dan menyebabkan inflasi tetap bertahan tinggi," kata Lukman.

Pada pembukaan perdagangan akhir pekan ini, rupiah mengalami pelemahan 52 poin atau 0,35 persen menjadi 15.045 rupiah per dollar AS dari sebelumnya 14.993 rupiah per dollar AS.

Dollar AS pun menguat terhadap hampir semua mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis, karena ditopang PDB dan data tenaga kerja yang kuat, yang memberikan ruang pijakan kepada Federal Reserve untuk terus menaikkan suku bunganya.

Indeks dollar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, meningkat 0,42 persen menjadi 103,3432 pada akhir perdagangan, naik ke level tertinggi dua minggu.

Klaim pengangguran awal mingguan AS, minggu lalu, turun sebesar 26.000 menjadi 239.000 klaim yang disesuaikan secara musiman atau merupakan penurunan terbesar dalam 20 bulan dan di bawah ekspektasi 265.000 klaim oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters.

Berbicara di sebuah acara yang diadakan oleh bank sentral Spanyol, pada Kamis (29/6), Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, mengindikasikan bahwa Fed kemungkinan akan melanjutkan jalur kenaikan suku bunganya setelah jeda awal bulan ini.

Selain itu, Presiden Federal Reserve Atlanta, Raphael Bostic, juga mengatakan pada Kamis (29/6) bahwa Fed harus menaikkan suku bunga jika pertumbuhan harga-harga menjauh dari target atau ekspektasi inflasi mulai bergerak dengan cara yang sulit.

BI Menyesuaikan

Diminta terpisah, pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan BI harus merespons the Fed yang menaikkan suku bunga maka BI seharusnya juga melakukan penyesuaian suku bunga BI7days Reverse Repo Rate.

"Kalau tidak ikut menaikkan maka mungkin akan terjadi capital ouflow (pelarian modal dari portofolio-red). Investor lebih memilih memindahkan uangnya ke negara lain yang tingkat suku bunganya lebih tinggi," tegas Esther.

Kenaikan tingkat suku bunga oleh BI, tambahnya, diperlukan untuk mencegah pelemahan rupiah yang makin dalam.

"Hal yang perlu diwaspadai kalau kenaikan suku bunga terlambat dan pada akhirnya naik tinggi karena panik sehingga suku bunga yang sangat tinggi membuat perekonomian lesu. Biasanya, kenaikan suku bunga BI akan diikuti kenaikan tingkat suku bunga kredit dan dana," katanya.

Pekan lalu, bank sentral Inggris, Bank of England (BoE), mengatakan akan menaikkan suku bunga setengah persen atau 50 basis poin (bps) yang mengejutkan para ekonom dan pedagang karena mereka mengantisipasi dengan perkiraan hanya kenaikan yang lebih kecil.

BoE kembali menaikkan suku bunga dengan jumlah yang sangat besar karena Inggris menghadapi tekanan inflasi terburuk di antara negara maju besar mana pun.

"Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan lebih banyak persistensi dalam proses inflasi, dengan latar belakang pasar tenaga kerja yang ketat dan permintaan yang terus bertahan," kata pejabat BoE dalam keterangannya.

Baca Juga: