Jika ekspansi tambang dan hilirisasi nikel tanpa pengawasan ketat dibiarkan secara masif, tidak menutup kemungkinan wilayah yang alami krisis air akan terus meluas khususnya di Indonesia bagian timur.

JAKARTA - Menjamurnya ekspansi bisnis ekstratif, khususnya pertambangan, mengancam ketahanan air. Di daerah-daerah pusat tambang, masyarakat selalu mengalami masalah pasokan dan sumber air.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, menegaskan penyebab utama krisis air di beberapa wilayah dipicu oleh ekspansi bisnis ekstratif, khususnya tambang. Aktivitas tersebut memicu degradasi ekologi di sejumlah daerah.

Dia mencontohkan, di Halmahera dan Morowali, kualitas air di hilir sungai memburuk karena izin tambang nikel. Beberapa wilayah lain terancam dengan adanya proyek tambang panas bumi.

"Di sini masalahnya dokumen analisis dampak lingkungan Amdal sering kali hanya formalitas," tegas Bhima kepada Koran Jakarta, Minggu (26/5).

Dia menjelaskan selama ini pengawasan rutin kerap tidak dilakukan pemerintah. Sebab, pemerintah terkesan mengutamakan penerimaan negara dari aktivitas tambang.

"Jika ekspansi tambang dan hilirisasi nikel tanpa pengawasan ketat dibiarkan secara masif, tidak menutup kemungkinan wilayah yang alami krisis air akan terus meluas khususnya di indonesia bagian timur," tegas Bhima.

Bahkan, Bhima memperingatkan masalah air akan mengancam produksi pangan. Sebab, suplai air kunci utama produksi pangan. "Jika lingkungannya terdegradasi, apalagi yang bisa diharapkan," tuturnya.

Deputi bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/ Bappenas, Vivi Yulaswati, menyampaikan alam dapat dimanfaatkan untuk pelestarian sumber air. Paradoks air di Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan, di mana beberapa wilayah mengalami kekeringan parah sementara wilayah lainnya menghadapi bencana banjir.

Karena itu, pelestarian sumber air dengan memanfaatkan alam menjadi salah satu solusi. "Degradasi lingkungan berisiko besar terhadap ketahanan sistem pangan, energi, dan air, yang merupakan modal utama kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi," kata Vivie dalam sesi diskusi panel di World Water Forum ke-10 2024 di Badung, Bali, Kamis (23/5).

Dalam paparannya, Vivie menyoroti pentingnya menjaga fungsi alam sebagai modal dasar pembangunan, yang saat ini berada dalam ancaman serius.

Selain masalah tambang, Peneliti Lingkungan Hidup SLC, Hafidz Arfandi, mengatakan kunci utama menjaga ketahan air adalah komitmen menjaga rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang konsisten mempertahankan daya dukung air. Karena keberlanjutan ekosistem air akan berkaitan erat dengan ekosistem sekitar seperti daerah tangkapan air hingga ekosistem di sepanjang hulu-hilir.

Dana Abadi

Ditekankannya, rencana tara ruang dan tata wilayah harus terintegrasi hulu-hilir tidak bisa dipenggal-penggal berdasarkan administratif pemerintahan, konteks di Indonesia kewenangan tata ruang yang menyangkut ekosistem harus terintegrasi mengikuti daerah alirah sungai lintas kabupaten/ kota bahkan provinsi, tetapi ada juga yang perlu kordinasi lintas negara seperti das Sembakung di perbatasan Indonesia-Malaysia.

"Dana abadi air cukup menarik tapi perlu di spesifikan mekanisme teknisnya seperti apa mengingat pembiayaan infrastruktur air cukup mahal sehingga bila mengusung dana abadi atau pemanfaatan bunga saja, maka modal dasarnya akan sangat besar," jelasnya.

Peneliti Celios, Nailul Huda, mengatakan skema dana abadi merupakan salah satu skema untuk antisipasi masalah perairan ke depan seperti kekurangan air bersih ataupun masalah air lainnya.

Baca Juga: