BANGKOK - Mantan Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra, mempertanyakan sebuah gerakan yang dilakukan oleh pemerintah Thailand untuk membekukan aset-aset miliknya, terkait denda yang dikenakan padanya sebesar 1 miliar dollar AS. Pemerintah Thailand yang berkuasa saat ini dipimpin oleh militer (junta).

"Pemerintah telah memilih untuk melanjutkan kasus ini karena mereka pikir mereka memiliki kekuasaan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan, tanpa harus menunggu keputusan pengadilan terkait permohonan saya. Saya akan terus berjuang untuk membuktikan saya tidak bersalah," kata Yingluck, melalui akun media sosial Facebook, Selasa (25/7).

Aset-aset Yingluck mulai dibekukan oleh Kementerian Kehakiman pada Senin (24/7) lalu. Rekeningnya di sejumlah bank tidak lagi bisa dicairkan. Atas aksi pembekuan tersebut, dia telah membuat sebuah petisi pengadilan, yang menyebut tindakan pembekuan terhadap aset-asetnya ini adalah gerakan yang tidak ada dasar hukumnya.

Pada tahun lalu, sebuah komite yang dibentuk oleh pemerintah Thailand menerbitkan sebuah rekomendasi agar Yingluck membayar denda sebesar 35 juta bath atau setara 1 juta dollar AS atau sekitar 20 persen dari 178 juta bath dari total biaya kerugian dari skema subsidi beras yang dijalankan pemerintahan Yingluck pada 2012-2013.

Yingluck didongkel dari posisinya sebagai perdana menteri melalui sebuah kudeta militer pada 2014. Dia dituding telah melakukan kelalaian dalam skema subsidi beras, yang menyebabkan kerugian negara.

Akibat kesalahannya ini, anggota Legislatif yang dipimpin militer, telah melarangnya berpolitik selama 5 tahun terhitung sejak 2015.

Atas tudingan tersebut, Yingluck menyatakan tidak bersalah. Para pendukungnya menuduh lawan-lawan politiknya merupakan dalang dari semua ini dan pengadilan telah bersikap bias dalam menangani Yingluck dan anggota keluarganya.

Tunggu Putusan

Adik mantan PM Thaksin Shinawatra itu, saat ini sedang menanti putusan pengadilan atas tuduhan kelalaian dalam skema subsidi beras. Mahkamah Agung akan menyampaikan putusannya pada 25 Agustus mendatang.

"Tindakan pembekuan terhadap aset-aset saya menciptakan sebuah kondisi yang bisa mempengaruhi putusan Mahkamah Agung dalam kasus beras," kata Yingluck.

Partai Puea Thai, yang menggolkan Yingluck ke kursi perdana menteri pada 2011, menjalankan skema subsidi beras dengan metode membeli beras dari para petani 50 persen diatas harga pasar. Skema ini telah menghasilkan 18 juta ton stok gabah.

Militer Thailand menyebut skema subsidi ini tidak bermanfaat dan telah menimbulkan celah bagi tindak kejahatan korupsi. Namun para pendukung Yingluck sangat yakin pemerintahan junta telah mengincar Yingluck dan ingin membungkamnya.

Masyarakat di utara Thailand pada awal Juli lalu menyebut, persidangan terhadap Yingluck telah gagal menghancurkan mesin politik keluarganya.uci/Rtr/I-1

Baca Juga: