Lonjakan kasus positif dan pembatasan sosial membuat ekonomi pada Juni ini kembali melemah.

JAKARTA - Ledakan kasus positif Covid-19 beberapa waktu terakhir memicu pengetatan aktivitas masyarakat sehingga dikhawatirakan berdampak siginifikan terhadap roda perekonomian nasional. Target ambisius pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan kedua tahun ini bakal sulit tercapai.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memprediksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 2-4 persen pada triwulan II-2021. Angka tersebut jauh di bawah target yang ditetapkan pemerintah sebesar 7 persen.

"Ini akan lebih didorong momentum Lebaran dan pembayaran THR penuh karena kasus positif meningkat tajam dan pembatasan sosial maka ekonomi pada Juni kembali melemah," katanya di Jakarta, Rabu (23/6).

Bhima menilai penguatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) membawa sederet dampak kurang menguntungkan bagi masyarakat dan dunia usaha. Dia menyebutkan di tengah lonjakan kasus Covid-19 dan penguatan PPKM Mikro maka masyarakat cenderung mengantisipasi dengan lebih banyak berhemat sehingga tren simpanan perbankan naik.

Lonjakan kasus ini juga menyebabkan konsumsi rumah tangga dan optimisme masyarakat yang tercermin dari indeks keyakinan konsumen akan kembali berada di bawah level 100. Kemudian, industri manufaktur menyesuaikan turunnya permintaan domestik dengan mengurangi kapasitas produksi sehingga PMI manufaktur berpotensi kembali di bawah level 50.

Selanjutnya, sektor pariwisata termasuk perhotelan, restoran dan transportasi diperkirakan melanjutkan catatan kontraksi hingga kuartal ke III-2021. Tak hanya itu, penutupan ritel skala besar akan berlanjut sehingga perusahaan yang ikut dalam proses penundaan pembayaran utang akan semakin meningkat dan menambah daftar pailit.

Dia menambahkan masyarakat kelas miskin dan kelas menengah rentan miskin yang seharusnya tetap didukung pemerintah justru makin tertekan.

Hal itu terjadi karena alokasi dana perlindungan sosial yang lebih kecil dari realisasi 2020 sekaligus serapan PEN hingga kini masih rendah. Realisasi program PEN baru mencapai 226,63 triliun rupiah atau 32,4 persen dari pagu tahun ini 699,43 triliun rupiah per 18 Juni 2021.

Akselerasi Program PEN

Karenanya, Center of Reform on Economics (Core) Indonesia meminta pemerintah mempercepat pelaksanaan program PEN guna menopang kehidupan masyarakat di tengah penguatan PPKM Mikro. Pembatasan diperkuat seiring kasus Covid-19 di Indonesia yang mengalami lonjakan akhir-akhir ini dengan tambahan kasus harian mencapai lebih dari 12 ribu sehingga jumlah kasus hingga kini mencapai 2,01 juta dan korban meninggal sebanyak 55.291 jiwa.

"Yang perlu dilakukan pemerintah sudah tentu fokus pada penyaluran bantuan," kata Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet di Jakarta, Rabu (23/6).

Yusuf mengatakan penguatan PPKM Mikro menyebabkan aktivitas masyarakat akan jauh berkurang dibandingkan periode sebelumnya meskipun beberapa aktivitas masih diperbolehkan untuk bisa beroperasi.

Meski demikian, Yusuf menilai penguatan PPKM Mikro tidak akan sampai mengganggu proyeksi pertumbuhan ekonomi positif pada triwulan II-2021 namun tidak bisa mencapai 7 persen sesuai target pemerintah. Tak hanya mempercepat akselerasi pelaksanaannya, Yusuf menyatakan pemerintah juga harus membuka peluang untuk menambah anggaran PEN yang kini sebesar 699,43 triliun rupiah.

Menurutnya, penambahan anggaran dapat dilakukan pada pos atau bidang yang krusial dan mempunyai dampak langsung terhadap konsumsi masyarakat seperti perlindungan sosial serta kesehatan.

Baca Juga: