JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperingatkan pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan melambat tahun ini. Bahkan, sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi melambat, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
"Kondisi pertumbuhan ekonomi global ini tentu saja akan berpengaruh sumber-sumber pertumbuhan dari ekspor sehingga memerlukan suatu kerja keras supaya bisa menjadi pendukung pertumbuhan," ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI tentang pembahasan asumsi dasar dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( RAPBN) Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, Rabu (5/6).
Di sisi lain, harga komoditas juga berdampak pada inflasi global yang menurun dengan sangat lambat. Kondisi tersebut juga akan berdampak pada upaya dalam mengendalikan inflasi di dalam negeri, baik berkaitan dengan harga minyak maupun juga harga pangan.
Sementara BI memperkirakan suku bunga bank sentral AS atau Fed Fund Rate (FFR) akan turun pada akhir 2024 sekitar 25 basis poin (bps), dan sekitar 52 bps pada semester pertama pada 2025.
"Dollar AS juga masih kuat sehingga memberikan tekanan terhadap nilai tukar mata uang di seluruh dunia termasuk rupiah," ujarnya.
Selain itu, risiko geopolitik global juga tinggi sehingga perlu menjaga arus modal untuk terus masuk ke dalam negeri dalam rangka menjaga stabilitas.
"Ini tentu saja lima hal yang berpengaruh kepada tiga asumsi makro yang kami sampaikan yaitu pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan inflasi," ujarnya.
Karenanya, tahun ini, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,7-5,5 persen, nilai tukar rupiah berada di rentang 15.700-16.100 rupiah per dollar AS, serta inflasi domestik berkisar 1,5-3,5 persen.
Prospek 2025
Untuk 2025, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia berada di kisaran 4,8-5,6 persen.
Untuk asumsi makro 2025, BI juga memandang rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di rentang 15.300-15.700 rupiah per dollar AS. Sedangkan inflasi nasional pada 2025 diperkirakan berkisar antara 1,5-3,5 persen.
"Kondisi ekonomi global yang serba tidak menentu, banyak dinamika dan tantangan-tantangan, tentu saja akan berdampak kepada ekonomi Indonesia tahun ini dan juga tahun ke depan. Bank Indonesia menekankan kepada lima risiko utama," kata Perry.
Rapat tersebut juga dilakukan bersama dengan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Asumsi makro 2025 tersebut didasarkan dengan mempertimbangkan lima risiko utama yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional, nilai tukar rupiah dan inflasi dalam negeri.