JAKARTA - Perekonomian nasional diperkirakan stagnan dengan kecenderungan termoderasi pada periode awal tiga bulan tahun ini. Pelambatan pertumbuhan tersebut terjadi di tengah ketidakpastian global akibat perang antara Ukraina dan Russia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksikan ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 4,5-5,2 persen pada kuartal I-2022 dengan titik tengah 5 persen. Perkiraan tersebut cenderung sama dengan capaian pada kuartal IV-2021 sebesar 5,02 persen.

Sri Mulyani menuturkan hal ini didorong oleh sejumlah indikator ekonomi yang hingga awal Maret 2022 tercatat baik seperti indeks keyakinan konsumen, penjualan eceran, pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor, konsumsi semen dan konsumsi listrik.

"Sementara untuk keseluruhan tahun, ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh di kisaran 4,8 persen sampai 5,5 persen," ujar Menkeu dalam Konferensi Pers KSSK di Jakarta, Rabu (13/4).

Di sisi lain, dia menjelaskan pada April ini akan banyak laporan dari lembaga internasional seperti OECD, World Bank dan IMF yang akan menyampaikan revisi ke bawah terhadap outlook ekonomi global. "April ini akan banyak sekali laporan yang menyampaikan revisi outlook ekonomi global, dengan terjadinya perang di Ukraina maka revisi mengarah ke bawah," ujarnya.

OECD menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 4,5 persen menjadi 3,5 persen sehingga ada penurunan 1 persen. Kemudian Bank Dunia turut menurunkan proyeksi ekonomi Asia Timur dan Pasifik tahun ini dari 5,4 persen menjadi 4 persen sampai 5 persen.

"Untuk Indonesia oleh Bank Dunia diperkirakan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen tahun ini," katanya.

Pelonggaran PPKM

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2022 diproyeksikan di kisaran 4 persen. Menurutnya, terdapat dua pendorong utama pertumbuhan pada kuartal I-2022 yakni pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan kenaikan harga komoditas yang meningkatkan nilai ekspor.

"Kejadiannya mungkin seperti pada kuartal III-2021, konsumsi rumah tangga masih tertahan, agak sedikit rendah pertumbuhannya, tapi net ekspor sangat tinggi," katanya.

Sementara itu, pertumbuhan belanja pemerintah dan investasi juga diperkirakan tidak setinggi pertumbuhan ekspor. Ke depan, dia memperkirakan inflasi akan menahan lajunya pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2022. "Maret kemarin kan inflasi menjadi yang tertinggi dalam 2 tahun terakhir yakni 0,66 persen, di April diperkirakan bisa sampai 1 persen," katanya.

Dengan inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi riil menjadi tertahan karena biaya produksi barang dan biaya hidup masyarakat turut meningkat.

Baca Juga: