SURABAYA - Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, baru-baru ini mengatakan bahwa rasio investasi terhadap PDB di hampir semua negara dianggap penting guna menilai potensi pertumbuhan ekonomi dan efektivitas investasi dalam peningkatan kapasitas produksi.
Menurut Bambang, seharusnya rasio ini harus mendukung kebutuhan ekonomi saat ini tanpa menimbulkan risiko inflasi atau utang yang berlebihan.
"Idealnya, rasio ini harus mendukung kebutuhan ekonomi saat ini tanpa menimbulkan risiko inflasi atau utang yang berlebihan," ujarnya melalui pesan tertulis, Jumat (30/8).
Dia menjelaskan, besaran ideal rasio ini tergantung pada tahap perkembangan ekonomi suatu negara. Di negara berkembang misalnya, rasio di kisaran 20 sampai 30 persen dianggap ideal. Investasi yang tinggi diperlukan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan kapasitas produksi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara di negara maju ideal di angka 15 sampai 20 persen.
"Ini karena infrastruktur dan kapasitas produksi sudah relatif baik, dan fokus mungkin lebih pada pemeliharaan dan peningkatan efisiensi."
"Rasio investasi yang terlalu tinggi menunjukkan ketergantungan berlebihan pada investasi untuk pertumbuhan ekonomi, sementara rasio yang terlalu rendah bisa menandakan kurangnya investasi dalam pengembangan kapasitas ekonomi dan inovasi," terangnya.
Uraian tersebut disampaikan Bambang menanggapi pernyataan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, jika ekonomi Indonesia ingin tumbuh 6 persen sampai 7 persen per tahun maka rasio investasi terhadap pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) harus mencapai 40,8 persen sampai 47,6 persen.
Menurutnya, m hal tersebut lantaran kondisi ekonomi makro Indonesia dan global saat ini menunjukkan bahwa Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia sebesar 6,8 yang meningkat dari periode 2016-2023. ICOR adalah angka rasio dari investasi terhadap PDB yang merupakan salah satu indikator makro dari tingkat efisiensi suatu perekonomian.
Semakin rendah nilai ICOR, semakin tinggi tingkat efisiensi investasi. Dari ICOR tersebut berarti setiap 1 persen pertumbuhan PDB, maka Indonesia membutuhkan 6,8 persen kenaikan investasi. Oleh sebab itu, Shinta menegaskan Indonesia harus berlari kencang dalam menjemput investasi yang tinggi melalui beberapa upaya meningkatkan produktivitas yaitu seperti dengan membangun infrastruktur.
Selain itu, RI juga perlu mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), memperbaiki tata kelola pemerintahan, sekaligus menarik penanaman modal asing (PMA), dan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Bambang menambahkan, sebuah rasio investasi yang optimal akan bervariasi tergantung pada konteks ekonomi dan kebijakan pemerintah yang berlaku. "Memahami hal yang demikian, Apindo sebagai "sahabat investasi" tentu dengan beberapa apologi-nya dapat dan memang layak untuk menyuarakan pemikiran-pemikiran ekonominya, tentu saja yang konstruktif dengan berbagai alternatif kemungkinan hasil yang muncul," ujarnya.