Indonesia telah memasuki bulan ke-10 masa pandemi Covid-19. Pemerintah terus berupaya untuk percepatan penanganan pandemi Covid-19 ini. Salah satunya adalah program vaksinasi Covid-19.

Vaksin diharapkan menjadi penentu dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini. Kendati begitu, meski otoritas kesehatan di Indonesia sudah memastikan vaksin aman, masih ada masyarakat yang meragukan bahkan menolak vaksinasi. Hal ini tentu dapat menghambat penanganan Covid-19.

Untuk mengupas terkait perkembangan vaksin, Koran Jakarta mewawancarai Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Penny K. Lukito. Berikut petikan wawancaranya.

Bisa Anda jelaskan terkait emergency use authorization (EUA) dalam penerbitan izin vaksin?

Emergency use authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk vaksin Covid-19 merupakan kebijakan yang kami ambil dengan memperhatikan kondisi kedaruratan dan merespons kebutuhan percepatan penanganan Covid-19. Semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini juga menerapkan EUA.

Apa saja yang menentukan penerapan EUA ini?

Secara internasional, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria. Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah. Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat (termasuk vaksin) untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan yang serius dan mengancam jiwa berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait.

Kriteria ketiga, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis) didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan, dan terakhir belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Bisa Anda jelaskan terkait proses dari uji klinis fase 3 vaksin Sinovac?

Hasil evaluasi uji klinis fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brasil menunjukkan vaksin Sinovac aman. Kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan, dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam.

Apakah vaksin ini benar-benar mampu memberi kekebalan untuk mencegah Covid-19?

Vaksin Sinovac telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus atau imunogenisitas. Ini diihat dari mulai uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai enam bulan.

Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Sampai tiga bulan jumlah subjek yang memiliki antibodi masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen.

Hasil efikasi vaksin Sinovac 65,3 persen apa sudah sesuai?

Memang untuk hasil analisis efikasi dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Tapi, hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50 persen. Efikasi vaksin sebesar 65,3 persen dari hasil uji klinik di Bandung tersebut menunjukkan harapan bahwa vaksin ini mampu untuk menurunkan kejadian penyakit Covid-19 hingga 65,3 persen.

n muhamad ma'rup/P-4

Baca Juga: