» Produktivitas produk dalam negeri harus ditingkatkan sehingga tersedia produk lokal dengan harga, kuantitas, dan kualitas yang bersaing.

» Kalau sekarang disuruh bersaing dengan produk impor dari negara tertentu yang murah meriah, tentu sulit.

JAKARTA - Keputusan pemerintah melarang para pelaku usaha yang memasarkan produknya melalui platform perdagangan elektronik (e-commerce) mengimpor barang yang harganya di bawah 100 dollar Amerika Serikat (AS) didukung para akademisi dan pengamat ekonomi.

Seperti diketahui, revisi Permendag Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE), salah satu poin yang direvisi adalah aturan harga batas produk yang diimpor tidak boleh harganya di bawah 100 dollar AS atau sekitar 1,5 juta rupiah.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha, mengatakan cara efektif untuk membatasi produk impor ke Indonesia adalah dengan pembatasan produk impor di pasar e-commerce dengan menetapkan dan menegakkan aturan yang jelas bagi para importir.

Pertama, soal aturan mengenai izin platform e-commerce di Indonesia. E-commerce yang boleh beroperasi harus memiliki izin usaha di Indonesia. "Kedua, tidak boleh menjual produk impor secara ritel," sebut Eugenia.

Ketiga, katanya, dengan mengenakan pajak yang tinggi berdasarkan nilai transaksi, bukan berdasarkan harga barang. Kemudian, memperhatikan dengan cermat produk barang dan jasa di pasar.

"Apabila produk impor terancam banjir maka produktivitas produk dalam negeri ditingkatkan, sehingga tersedia produk lokal dengan harga, kuantitas, dan kualitas yang dapat bersaing dengan produk impor," katanya.

Kendati demikian, dia kurang sepakat dengan caranya menggunakan harga minimal, apalagi hanya 100 dollar AS. Sebab, bisa saja para importir mengimpor dalam partai yang besar di atas 100 dollar AS, kemudian menjual secara ritel di platform e-commerce.

"Penjual pada e-commerce domestik bisa saja membeli kain dalam jumlah yang besar misalnya, kemudian menjualnya secara ritel. Aturan ini belum efektif membendung tekstil impor masuk ke Indonesia," paparnya.

Secara terpisah, peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Hempri Suyatna, menyatakan dukungannya terhadap revisi Permedag itu untuk melindungi produk UMKM di platform perdagangan.

Menurut Hempri, dengan merevisi Permendag tersebut maka pelaku usaha kecil lebih mudah bersaing dengan para pelaku usaha besar. Hal ini pula akan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang di era digital.

"Di saat yang sama, pemerintah harus meningkatkan kualitas produk UMKM sehingga standarnya mendekati standar barang impor. Tapi peraturan jangan ditunda, afirmasi harus segera karena kalau tidak, UMKM-nya keburu mati," kata Hempri.

Dengan pengawasan dan implementasi yang tepat, Permendag Perlindungan UMKM Indonesia di e-commerce akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia secara umum.

Kalah Bersaing

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut bahwa aturan perdagangan internasional dalam melarang penjualan produk impor melalui social commerce dan e-commerce dengan harga di bawah 100 dollar AS perlu diperhatikan.

Ia pun mengaku sangat memahami rencana baik pemerintah melindungi produk dalam negeri khususnya UMKM, karena produk mereka akan kalah dalam persaingan jika harus melawan produk-produk impor dari negara tertentu yang dijual dengan harga murah di pasar online atau digital.

"Kalau sekarang suruh bersaing dengan produk impor dari negara tertentu yang murah meriah, ya sulit. Jadi, kalau ditanya soal kompetisi seperti itu yang sulit karena dia tidak bisa berdaya saing dengan produk impor yang harganya murah," katanya.

Penjualan produk UMKM secara digital, lanjutnya, memang harus dibantu dan dikawal oleh pemerintah melalui berbagai aturan yang pro UMKM yang kemudian akan memberi lebih banyak kesempatan bagi para pelaku UMKM untuk bersaing secara kompetitif.

Apindo, katanya, fokus untuk membantu mengembangkan dan memberi pendampingan kepada UMKM agar kualitasnya bisa semakin baik dan menembus pasar global.

"Jadi bukan hanya membuat aturan larangan, tetapi lebih membuat kesempatan atau peluang mereka tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga ke pasar global, itu yang sebenarnya kita dorong," katanya.

Baca Juga: