Sidang etik yang tengah digelar TU Delft akan menjatuhkan sanksi akademik atas kebohongan akademis yang dilakukan Dwi Hartanto.

JAKARTA - Program doktoral di Technisce Universiteit Delft (TU Delft) Belanda yang tengah ditempuh Dwi Hartanto terancam terkena dampak dari pelanggaran etika yang dilakukan. Dwi akan dikenai sanksi akademik dari TU Delft. "Sidang etik yang tengah digelar kampus yang berada di Kota Delft tersebut akan menjatuhkan sanksi akademik atas kebohongan akademis yang dilakukan Dwi Hartanto. Kemungkinan hasil sidang etik itu akan berdampak pada S3-nya.Itu yang paling berat," Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti, di Jakarta, Selasa (10/10).

Seperti diberitakan sebelumnya, Dwi merupakan ilmuwan asal Indonesia yang saat ini tengah menempuh doktoral di Departement of Intelligent Systems di TU Delft Belanda. Dwi dianggap melanggar etik karena melakukan kebohongan akademis kepada publik. Salah satunya adalah mengaku sebagai post doctoral dan assistant professor di TU Delt serta serangkaian identitas akademik palsu lainnya.

Ghufron mengatakan, di satu sisi Dwi sudah mendapatkan sanksi sosial, selain sanksi akademik tersebut. "Dia sudah tulis dan minta maaf, saya berharap Dwi masih bisa tumbuh berkembang. Jika terulang kembali, berarti itu sebuah internal karakter dan tentu penanganan lebih karena integritas," jelasnya.

Akibat kebohongannya itu pula, lanjut Ghufron, KBRI di Den Haag melalui Surat Keputusan Nomor SK/028/KEPPRI/ IX/2017, Kedutaan Indonesia di Belanda mencabut penghargaan yang diberikan kepada Dwi Hartanto. Penghargaan tersebut diberikan KBRI Den Haag pada HUT Kemerdekaan RI ke-72 lalu, atas prestasinya sebagai pemenang di komteisi riset internasional di bidang Space Craft and Technology.

Ghufron mengatakan KBRI memberikan penghargaan kepada Dwi Hartanto karena dinilai menjadi sosok ilmuwan baru yang kemampuan dan prestasinya setara dengan Presiden ke-3 RI, BJ Habibie. Karena itu pulalah, Dwi disebut-sebut sebagai penerus Habibie atau "The Next Habibie", tokoh besar bidang teknologi Indonesia yang namanya harum dan disegani di dunia internasional.

Krisis Integritas

Secara terpisah, Guru Besar Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB), Khairil Anwar Notodiputro, mengatakan sejumlah praktik buruk yang terjadi di pendidikan tinggi nasional belakangan ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi. "Meski praktik negatif hanya terjadi segelintir atau oknum ilmuwan dan akademisi, namun jika tidak ada tindakan untuk memperbaiki masalah maka jangan heran jika suatu saat akan menjadi wabah yang mengerikan," tegas Khairil.

Khairil mengatakan langkah koreksi harus dimulai dari internal perguruan tinggi sendiri, terutama dimulai dengan mewujudkan proses pemilihan rektor, dekan, ketua jurusan yang mengedepankan caracara memilih academic leader. "Bukan dengan cara cara memilih pemimpin politik seperti dalam pilkada," tandasnya.

Menurut Khairil, ada sejumlah faktor yang menyebabkan krisis integritas terus memburuk di dunia pendidikan tinggi. "Memang tidak banyak, tapi pada akhirnya nila setitik ini mampu merusak susu sebelanga," katanya. Faktor itu di antaranya adalah faktor eksternal di mana cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap pendidikan tinggi. Masyarakat, menurut Khairil, cenderung melihat bahwa pendidikan itu adalah pabrik gelar. "Sehingga jika menjadi mahasiswa maka yang disasar adalah gelar. Padahal, pendidikan tinggi itu adalah tempat menggodok manusia agar menjadi meningkat kualitas perilakunya, keterampilannya dan ilmunya," papar Khairil.

Seharusnya masyarakat memahami bahwa perguruan tinggi merupakan kawah candradimuka bagi para intelektual, agen pembaruan pembangunan serta para penjaga moral bangsa. Selain itu, terdapat juga faktor internal yakni dari perguruan tinggi itu sendiri. Faktor ini lini dasarnya (bottom line) adalah integritas. Integritas inilah yang belakangan semakin tergerus sebagai akibat dari kecenderungan dunia yang semakin materialistik. "Semakin hari kita semakin sulit mencari dosen atau akademisi yang idealis," jelas Khairil. n cit/YK/E-3

Baca Juga: