MANILA - Sebuah penyelidikan independen internasional yang dirilis pada Senin (13/9) menyimpulkan bahwa adanya bukti kuat pelanggaran hak asasi manusia manusia (HAM) di era Presiden Rodrigo Duterte dan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan investigasi.

Investigate PH, investigasi independen atas pelanggaran hak asasi manusia di Filipina, bertujuan mendukung laporan tentang situasi hak asasi Filipina yang dirilis oleh Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) PBB Juni 2020 lalu untuk membantu memfasilitasi mekanisme akuntabilitas internasional.

Dalam laporannya, Investigate PH meneliti pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya rakyat Filipina, dan pengingkaran hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri, pembangunan dan perdamaian.

Investigate PH mengungkapkan pemerintah Filipina mengakhiri pembicaraan damai dengan Front Demokratik Nasional Filipina (NDFP) pada November 2017, di bawah tekanan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Menyusul keputusan ini, tujuh konsultan perdamaian dibunuh oleh pasukan keamanan negara atau penyerang tak dikenal, dengan lima dari tujuh dibunuh setelah laporan OHCHR Juni 2020.

Peluncuran laporan yang bertepatan dengan pembukaan Sidang Reguler ke-48 Dewan HAM PBB dipimpin oleh Komisaris Tinggi investigasi yang terdiri dari anggota parlemen, pengacara, tokoh agama dan aktivis dari seluruh dunia.

Pembela hak asasi manusia, jurnalis, dan berbagai organisasi masyarakat sipil juga bergabung.

"Sangat penting bahwa Dewan merespons seruan rakyat Filipina untuk melakukan penyelidikan atas pelanggaran hak di bawah pemerintahan Duterte di tengah impunitas dan kegagalan mekanisme domestik untuk memberikan ganti rugi kepada para korban dan meminta pertanggungjawaban pelaku," kata Jeanne Mirer dari International Association of Democratic Lawyers.

Terus Meningkat

Laporan tersebut menyimpulkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Filipina telah meningkat sejak laporan OHCHR dirilis Juni 2020.

Laporan itu menunjukkan bahwa ada peningkatan 50 hingga 76 persen dalam pembunuhan dalam perang melawan narkoba per bulan selama karantina Covid-19.

Laporan itu juga mengutip upaya Duterte melawan pemberontak komunis yang dipimpin oleh Satuan Tugas Nasional untuk Mengakhiri Konflik Bersenjata Komunis Lokal (NTF-ELCAC) yang memanfaatkan lembaga lokal dan nasional untuk melancarkan serangan terhadap pembela HAM, organisasi rakyat dan masyarakat sipil melalui penangkapan massal. inquirer.net/I-1

Baca Juga: