» Kini sudah 22 negara menghentikan ekspor komoditas pangan.

» Jokowi mengingatkan Indonesia masih terus mengimpor gandum, jagung, dan kedelai.

SINGAPURA - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, pada akhir pekan lalu, kembali memperingatkan bahwa dunia akan menghadapi "krisis pangan yang parah" akibat serangan berlarut-larut Russia di negaranya.

Dalam penyampaian secara virtual pada konferensi pertahanan utama Asia di Singapura, Zelenskyy mengatakan kepada para delegasi bahwa negaranya tidak dapat mengekspor makanan yang cukup karena blokade Russia di Pelabuhan Laut Hitam yang mencegah pengiriman ekspor ke negara lain.

"Dunia akan menghadapi krisis pangan dan kelaparan yang akut dan parah," katanya, berbicara kepada 575 delegasi dari 40 negara.

Ukraina dan Russia adalah salah satu produsen dan pengekspor gandum terbesar dan makanan penting lainnya seperti biji-bijian dan minyak lainnya. "(Krisis) pangan menyentuh Asia, Eropa, dan Afrika. Russia telah memblokir Laut Hitam. Harga meningkat. Russia melanggar hukum internasional," kata Zelenskyy dalam sesi tanya jawab setelah pidatonya.

Zelenskyy juga mengatakan bahwa perang Russia di Ukraina merupakan ancaman bagi sistem hukum internasional, selain juga berdampak terhadap negaranya.

"Russia telah memulai kampanye disinformasi dan menuduh bahwa perangnya terhadap Ukraina seolah-olah sesuatu tentang NATO, tentang niat Barat untuk entah bagaimana maju di Eropa," kata Zelenskyy.

"Tetapi pada kenyataannya, perang Russia melawan Ukraina bukan hanya tentang Eropa, ini tentang hal-hal penting secara global," katanya.

"Kepemimpinan Russia berusaha untuk membuang semua pencapaian sejarah umat manusia, terutama sistem hukum internasional," kata Zelenskyy, menyerukan negara-negara untuk "mematahkan kemampuan" Russia untuk memblokir laut dan kebebasan navigasi.

"Jika tidak ada hukum internasional, dan ikan besar memakan ikan kecil dan ikan kecil memakan udang, kami tidak akan ada," katanya, mengutip kata-kata pendiri Singapura, Lee Kuan Yew.

Berbicara kepada hadirin dari lokasi yang dirahasiakan di Kyiv, Zelenskyy dalam pidato 20 menit yang terkadang berapi-api, mengatakan bahwa Ukraina akan "pasti memenangkan" perang yang telah dimulai Russia itu, yang ditanggapi para delegasi dengan tepuk tangan yang panjang. Dialog keamanan tiga hari diadakan untuk pertama kalinya setelah jeda dua tahun karena pandemi.

Hentikan Ekspor

Sementara itu, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), dalam silaturahmi dengan relawan di Ancol, akhir pekan lalu, juga mengingatkan masyarakat, termasuk relawan terkait kondisi rantai pasok pangan dunia yang kini tercatat sudah 22 negara menghentikan ekspor komoditas pangan.

"Hati-hati yang namanya urusan pangan, produksi pangan. Sekarang negara-negara dulu, bulan Januari baru tiga negara yang stop ekspor bahan pangannya, sekarang sudah 22 negara tidak ekspor bahan pangannya," kata Presiden.

Puluhan negara tersebut, kata Jokowi, menghentikan ekspor komoditas pangannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu negara yakni India yang menangguhkan ekspor gandum untuk melindungi kebutuhan dalam negeri dan menekan inflasi pangan.

Langkah larangan ekspor ini diambil saat dunia sedang mengalami kelangkaan bahan pangan seperti gandum akibat perang di Ukraina.

Kepala Negara pun mewanti-wanti posisi Indonesia yang masih harus mengimpor gandum serta sejumlah komoditas lainnya, seperti jagung dan kedelai. Namun untuk komoditas beras, sebagai bahan pangan utama, Presiden mengatakan Indonesia patut bersyukur karena sudah tiga tahun terakhir tidak lagi mengimpor beras.

"Hati-hati yang urusan beras, biasanya kita impor dua juta ton, sudah tiga tahun ini kita tidak impor beras sama sekali. Ini patut kita syukuri, berkat tadi bendungan yang sudah kita bangun," kata Presiden. Sistem irigasi untuk pangan saat ini didukung pembangunan 29 bendungan yang sudah terealisasi dari target 65 bendungan.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, berharap pemerintah agar berhati-hati dengan kebergantungan pangan dari korporasi pascaliberalisasi ekonomi yang membuat Indonesia rentan krisis pangan.

Sementara itu, Peneliti Departemen Ekonomi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Adinova Fauri, mengatakan pemerintah harus memacu produksi pangan domestik.

Baca Juga: