JAKARTA - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil) mendukung ekosistem telekomunikasi yang lebih sehat. Karena itu, Dukcapil sangat mendukung implementasi registrasi kartu perdanaerdana provider selular, dimana fokusnya adalah menolak kartu perdana yang dijual dengan sudah ada namanya.

"Mari kita bangun ekosistem telekomunikasi yang lebih sehat. Mari bersama menggelorakan penjualan kartu prabayar yang betul-betul kosong, kartu yang belum ada nama penggunanya," kata Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta, Rabu (14/7).

Karena itu, kata Zudan, bagi masyarakat yang membeli kartu perdana harus betul-betul mengisi nama, NIK dan nomor KK sendiri. Kebijakan ini seiring dengan cita-cita nasional membangun single identity number dengan menggunakan segala sesuatu secara lebih bertanggung-jawab untuk keutuhan dan keselamatan bangsa.

"Praktik baik dalam registrasi kartu perdana ini, tentu saja demi kemudahan dalam berkomunikasi sosial dan bertransaksi ekonomi," katanya.

Tidak hanya itu, lanjut dia, transaksi politik kedepannya juga bisa jadi melalui elektronik voting yang berbasis kartu prabayar atau dengan nomor handphone. Saat ini, kolaborasi Dukcapil dan Kementerian Komunikasi, Informasi dan Informatika (Kominfo) sudah berlangsung sangat intensif lebih dari 5 tahun yang lalu.

"Sekarang sudah 3.707 lembaga pusat dan daerah yang menandatangani perjanjian kerja sama pemanfaatan data kependudukan Dukcapil," ujarnya.

Dan, kata dia, dari 10 pengakses data terbesar untuk verifikasi, lima di antaranya adalah provider seluler. Urutan 10 pengakses terbesar selengkapnya adalah Telkomsel, BPJS Kesehatan, XL Axiata, Indosat, Kemensos, Hutchison 3, BRI, BPJS Naker, Smartfren, Kemenkes.

"Berdasarkan data Dukcapil hingga 14 Juni 2021, sudah 6,2 miliar kali data kependudukan diakses seluruh lembaga pengguna untuk verifikasi," ungkapnya.

Sementara, khusus untuk perusahaan kartu prabayar, kata Zudan, hingga 7 Juli sudah sebanyak 2,6 miliar kali data NIK diakses. Jumlah ini terdiri Hit NIK dan Nomor KK berhasil diverifikasi sebanyak 1,9 miliar kali, NIK tidak ditemukan 381 ribu kali, NIK dan Nomor KK tidak sesuai sebanyak 300 ribu kali.

"Sekarang untuk akses verifikasi data Dukcapil masih gratis, tetapi ke depan akan berbayar. Sekarang Dukcapil sedang berkoordinasi dengan Kemenkeu dan Kementerian Hukum dan HAM. Andai sekali akses verifikasi yang berhasil berbiaya Rp 1000, maka Dukcapil sudah mensubsidi dunia telko sebesar Rp 1,9 triliun selama 5 tahun lebih. Angka 1.000 itu sekadar asumsi saja, ke depan kita belum tahu apakah akan berbayar 500, 1.000 atau 2.000 rupiah per sekali akses berhasil," urai Zudan.

Baca Juga: