Harga minyak turun pada Senin (25/9) sore, di tengah ketakutan permintaan bahan bakar yang lebih rendah seiring kekhawatiran resesi global yang dipicu kenaikan suku bunga di seluruh dunia dan lonjakan dolar AS yang pada akhirnya membatasi kemampuan konsumen non-dolar untuk membeli minyak mentah.

Mengutip Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergelincir 1,35 dolar AS atau 1,57 persen, ke angka 84,80 dolar AS per barel pada pukul 06.40 GMT. Sementara kontrak jatuh ke level 84,51 dolar AS, menjadikannya terendah sejak 14 Januari.

Begitu pula dengan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS, di mana harga untuk pengiriman November turut merosot 1,15 dolar AS atau 1,46 persen, menjadi diperdagangkan di 77,59 dolar AS per barel. WTI telah turun ke level 77,21 dolar AS, terendah sejak 6 Januari. Kedua kontrak merosot sekitar 5,0 persen pada Jumat (23/9) ke level terendah sejak Januari.

Pada Senin (26/9), indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama naik ke level tertinggi 20 tahun. Greenback yang kuat telah membatasi permintaan minyak dalam denominasi dolar mengingat pembeli dengan mata uang selain dolar harus membelanjakan lebih banyak uang untuk membeli minyak mentah.

Bank sentral di banyak negara konsumen minyak, termasuk Amerika Serikat (AS) telah menaikkan suku bunga untuk melawan lonjakan inflasi yang telah menyebabkan kekhawatiran pengetatan dapat memicu perlambatan ekonomi.

"Latar belakang pengetatan kebijakan moneter global oleh bank-bank sentral utama untuk memadamkan inflasi yang meningkat, dan kenaikan yang luar biasa dalam greenback menuju level tertinggi lebih dari dua dekade telah menimbulkan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dan bertindak sebagai hambatan utama untuk harga minyak," ujar Sugandha Sachdeva, wakil presiden penelitian komoditas di Religare Broking, seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Sachdeva bahkan memprediksi harga WTI bisa menyentuh 75 dolar AS per barel, sedangkan untuk Brent menyentuh 80 dolar AS akan bertindak sebagai bantalan.

Sementara, Chief executive officer pedagang energi Vitol, Russell Hardy, mengatakan pengiriman bahan bakar dipengaruhi oleh produk minyak Rusia yang diperkirakan mengalir ke Asia dan Timur Tengah sementara pasokan dari mereka pergi ke Eropa.

Selain itu, Hardy juga memperkirakan AS akan mengirim lebih dari satu juta barel per hari (bph) minyak mentah ke Eropa untuk mengisi hilangnya pasokan Rusia.

Senada, kepala perusahaan energi negara Kolombia Ecopetrol juga mengatakan mereka telah menjual lebih banyak minyak ke Eropa guna menggantikan pasokan Rusia. Ia pun melihat meningkatnya persaingan untuk pangsa pasar minyak di Asia.

Baca Juga: