JAKARTA- PT Pool Advista Finance, Tbk (POLA) belum dapat mencairkan deposito di Bank Victoria Syariah (BVS) senilai 13,5 miliar rupiah. Hal itu diduga karena adanya fraud di BVS, sehingga perusahaan pembiayaan itu gagal menarik deposito yang ditempatkan.
Corporate Secretary POLA, Nuryatun dalam Public Expose Perseroan di Jakarta, Selasa (19/12) mengatakan pihaknya menempatkan deposito senilai 13,5 miliar rupiah yang dipecah dalam 5 sertifikat deposito.
"Kita buka di cabang BVS Bekasi. Dugaan fraudnya di sana, dan sekarang kantor cabang tersebut sudah tutup. Tetapi kami akan terus melakukan penagihan. Kalau tahun ini mungkin sulit dicairkan, semoga tahun depan bisa dibayarkan sehingga bisnis kami kembali tumbuh," ungkap Nuryatun.
Perseroan juga telah melakukan langkah-langkah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga somasi kepada BVS, dan melaporkan kepada pihak berwajib.
"Kami telah mengadukan permasalahan ini ke OJK, baik melalui surat-surat resmi yang telah beberapa kali dilakukan, kemudian juga melalui portal APPK (perlindungan konsumen), serta telah melakukan konfirmasi ke BVS dan bahkan telah melakukan somasi ke BVS," papar Nuryatun.
Perusahaan juga telah melapor ke Polda Metro Jaya terkait permasalahan gagal bayar BVS, yang saat ini masih dalam proses penyelidikan. "Sepengetahuan kami BVS sendiri telah melaporkan pegawainya yang diduga menggelapkan dana nasabah ke Bareskrim Polri," jelas Nuryatun.
Tanggung Jawab Direksi
Kuasa Hukum POLA, Roy Emron, yang ditemui usai acara public expose menambahkan, terdapat pihak lain yang menjadi korban dari BVS berdasarkan dokumen pada saat Perseroan diminta keterangan oleh pihak Bareskrim Polri pada April 2023.
"Dari data yang diperlihatkan penyidik, ada banyak korban lain dengan nilai deposito yang lebih besar (dari POLA), ada yang puluhan miliar. Dan oknum pegawai BVS itu juga menggunakan KTP milik orang lain untuk membuka rekening penampung uang nasabah yang dia gelapkan itu," pungkas Roy.
Roy menegaskan pihaknya akan terus mengawal proses tersebut sampai tuntas, baik pidana maupun perdata. "Kalau kasus pidana silahkan diselesaiakan di Kepolisian. Tetapi secara perdata, ini dugaan fraud di BVS jadi tanggung jawab direksi dan harus mengganti kembali dana nasabah. Itu yang kami tuntut," jelas Roy.
Di sisi lain, Nuryatun menambahkan, berdasarkan POJK tentang perlindungan konsumen Perseroan sangat mengharapkan bahwa BVS dapat mematuhi ketentuan Pasal 8 Ayat (1) POJK No. 6/POJK.07/2022 yang berbunyi "PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili PUJK".
"Sampai sekarang, kami dan korban-korban lain juga belum dilakukan pembayaran. Maka kami meminta kepada OJK untuk menindak tegas kasus ini," jelas Nuryatun.
Perseroan telah mengadukan permasalahan gagal bayar kepada OJK melalui surat sebanyak lima kali terhitung sejak 15 Februari 2023 atau sehari sejak ditolak pembayarannya oleh BVS. Namun demikian, OJK baru merespon secara tertulis kepada Perseroan pada 18 September 23.
"Mungkin OJK lagi sibuk sehingga lebih dari 6 bulan, OJK baru sempat menyampaikan bahwa mereka telah meminta BVS untuk menyelesaikan pengaduan Perseroan sesuai ketentuan yang berlaku, dan terus mendorong serta melakukan pemantuan terkait penyelesaian dimaksud," harap Nuryatun.
Tantangan Bisnis
Sementara itu, Direktur POLA, Andi Sulaiman Syah dalam kesempatan public expose mengatakan belum cairnya deposito perseroan senilai 13,5 miliar rupiah tahun ini sangat mempengaruhi proses bisnis perseroan.
"Pasti ada pengaruh atas hal ini, karena Perseroan dengan total aset masih di bawah 500 miliar rupiah, masuk dalam skala yang masih kecil, sehingga deposito tersebut berpengaruh terhadap perolehan laba. Seharusnya dengan dana depoaito itu Perseroan bisa menyalurkan ke dalam pembiayaan dengan bunga yang diperoleh bisa mencapai kurang lebih 200 juta rupiah per bulan, sehingga bisa memberikan kontribusi pendapatan," jelas Andi.
Perseroan pun akhirnya belum bisa mencari pendanaan dan masih fokus menggunakan dana sendiri serta melakukan perbaikan kinerja keuangan. Setelah kinerja keuangan membaik dan exposure yang menggunakan dana sendiri telah habis, barulah Perseroan mencari external funding.
"Sekarang kami fokus dengan perbaikan NPF yang pada kuartal III tahun ini sudah lebih baik dari periode sebelumnya, yang menyentuh angka 20 persen. Kami berharap akhir tahun NPF terus turun sehingga kualitas aset terus membaik," jelas Andi.
Sebelumnya dalam rencana bisnis tahun 2023 Perseroan akan mengembangkan bisnis retail yaitu pembiayaan kepada pensiunan ASN/TNI/POLRI.
"Mekanisme pembiayaan yakni kerja sama secara chanelling dengan BPD yang tercatat sebagai bank pembayar kepada para pensiunan, sehingga dalam hal ini Perseroan akan mendapatkan spread bunga sebagai agen dari BPD tersebut," jelasnya.