Semoga ada solusi terbaik, Dubes Ukraina protes Gubernur Bali yang samakan kelakuan wisatawan negaranya dengan turis Russia.
JAKARTA - Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, pada Selasa (14/3) menyatakan kekecewaan dan protes keras terkait wacana pencabutan fasilitas visa saat kedatangan atau visa on arrival (VoA) bagi warga Ukraina di Bali. Dia menyangkal warganya kerap membuat pelanggaran hukum di Pulau Dewata.
Dikutip dari BenarNews, Gubernur Bali, I Wayan Koster pada Minggu (12/3) mengatakan telah mengirim surat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Luar Negeri untuk mencabut VoA bagi warga Russia dan Ukraina yang banyak datang ke Bali selama pandemi Covid-19 dan saat setelah invasi militer Russia ke Ukraina.
"Ini merupakan asumsi dan pernyataan yang tidak mendasar. Saya merasa sangat tersinggung sebagai warga negara Ukraina. Menempatkan Russia dan Ukraina bersama dan menyalahkan mereka (warga Ukraina) tanpa bukti adalah sangat menghina. Saya rasa ini sangat menyinggung," ujar Hamianin dalam jumpa pers di Jakarta secara daring.
Hamianin menegaskan warga Ukraina di Bali patuh terhadap hukum dan adat setempat serta berkontribusi pada ekonomi Bali.
Koster melayangkan permintaan pencabutan VoA tersebut setelah mendapatkan laporan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh wisatawan asal kedua negara, seperti tinggal melebihi izin visa dan bekerja secara ilegal, seperti membuka penyewaan sepeda motor, menjadi fotografer, bekerja di salon, dan berjualan sayur.
"Kenapa kedua negara itu? Karena kedua negara ini lagi perang sehingga tidak nyaman di negaranya banyak ramai-ramai datang ke Bali, termasuk orang yang tidak berwisata juga datang ke Bali untuk mencari kenyamanan dan untuk bekerja," kata Koster, yang menambahkan pelanggaran juga dilakukan oleh warga negara lain tapi tidak sesignifikan warga dari Russia dan Ukraina.
Pelanggaran yang dilaporkan juga termasuk berkendara serampangan, tanpa helm, dan menggunakan sepeda motor berplat palsu dengan aksara Cyrillic, skrip yang digunakan dalam bahasa Russia.
Pada 10 Maret lalu, aparat telah mendeportasi tiga warga negara Russia yang bekerja sebagai pekerja seks komersial di daerah Seminyak, Badung.
Adapula seorang warga negara Ukraina yang kedapatan memiliki kartu tanda penduduk palsu dengan membayar 31 juta rupiah. Kepada aparat kepolisian, dia mengaku melakukan hal tersebut untuk menghindari perang di negara asalnya.
Terkait hal tersebut, Hamianin mengatakan pihaknya akan menyerahkan kasus pelanggaran KTP itu ke pihak aparat keamanan di Indonesia. "Kami akan ikuti kasus ini dan memastikan haknya tak dilanggar, tapi jika dia salah maka biarkan proses hukum berjalan," ujarnya.
Hamianin mengklaim warganya yang tinggal di Bali berkelakuan baik dan membaur dengan masyarakat setempat. Beberapa bahkan berkontribusi bagi perekonomian Bali.
"Mereka memproduksi makanan sehat, membuat produk IT, mereka menciptakan atau menyediakan servis dan mereka baik-baik saja. Bahkan menciptakan lapangan kerja bagi orang Indonesia. Mereka bahkan taat membayar pajak dan ramah terhadap orang Bali," kata dia.
Kedutaan Besar Russia di Jakarta tidak merespons pertanyaan BenarNews terkait wacana pencabutan VoA.
Sebelumnya, Koster mengatakan Pemprov Bali juga tengah mematangkan rencana pembentukan satuan tugas untuk menangani turis nakal.
Tim yang beranggotakan kepolisian, perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan beragam institusi lain tersebut direncanakan mulai bertugas bulan ini dan intensif beroperasi di tiga daerah yakni Denpasar, Gianyar, dan Badung.
Seiring maraknya laporan di media sosial, Kepolisian Daerah Bali juga melakukan penertiban lalulintas dan menjaring 171 pelanggaran oleh turis asing dalam sepekan terakhir.
Salah seorang warga Bali, Prazuni Firzan Nasution, 50 tahun, menceritakan sejak era pandemi dan khususnya sejak invasi Russia, turis Russia memang kerap dicap paling bandel.
"Kami ini orang Bali nggak sukanya mereka itu nggak respect sama value di Bali, misalnya masuk tempat suci tanpa busana atau terhadap simbolisasi nilai keagamaan mereka nggak ada respect sama sekali. Banyak dari mereka tidak memakai pakaian sepantasnya, main nyelonong saja," kata Prazuni.
Dirjen Imigrasi, Silmy Karim, menyampaikan pihaknya harus melakukan penelaahan lebih jauh terkait permintaan pencabutan VoA warga negara Russia dan Ukraina karena keputusan yang diambil akan berdampak secara luas, apalagi warga kedua negara juga tersebar di wilayah lain di Indonesia.
"Terkait WNA yang menyalahi aturan keimigrasian dan mengganggu ketertiban di Bali, saya sudah instruksikan tim pengawasan dan penindakan dari pusat untuk membantu di Bali," ujarnya dalam pernyataan tertulis.
Tercatat, tren kedatangan wisatawan asal Russia dan Ukraina menggunakan VoA dan e-VoA terpantau menurun 30 persen dari triwulan terakhir 2022. Bulan Februari ada lebih dari 15.000 orang dari Russia dan 2.000-an orang dari Ukraina.
Sementara jumlah pengunjung dari Russia pada Januari tercatat lebih banyak lagi, hampir 20 ribu orang dan dari Ukraina juga lebih dari 2 ribu orang.
Memasuki tanggal 12 Maret - atau hampir setengah bulan - jumlah pengguna VoA dan e-VoA asal Russia sebanyak 5.196 orang, sedangkan Ukraina sebanyak 566 orang.
Silmy mengatakan, kontinuitas dan konsistensi sangat diperlukan dalam menangani pengunjung asing. Imigrasi menyiapkan database kerja sama dengan negara lain untuk memberikan informasi yang lebih akurat tentang warga asing yang akan melintas ke Indonesia.
Pariwisata Bali merupakan sektor paling terdampak semasa pandemi karena perkembangan ekonominya mengandalkan industri jasa pariwisata.
Berdasarkan data imigrasi, beberapa negara tercatat sebagai turis yang mendominasi Bali sepanjang tahun 2022, di antaranya Australia (640.406), India (252.241), Amerika Serikat (162.914), Inggrus (157.106), dan Prancis (125.487).
Sementara itu, beberapa negara yang warganya paling banyak memiliki izin tinggal keimigrasian di Indonesia dalam Januari-Februari 2023 yaitu Republik Rakyat Tiongkok (27.351), Russia (13.963), Korea Selatan (3.736), Jepang (3.025) dan Australia (2.555).
Sebelumnya, Kementerian Luar negeri mengatakan bahwa belum ada keputusan untuk mencabut fasilitas visa saat kedatangan bagi warga negara Russia dan Ukraina.
"Mekanisme pencabutan negara dari daftar VoA itu prosedur pembahasan lintas kementerian," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah.