» Meskipun cadangan devisa aman, namun tren penurunan tetap perlu diwaspadai.

» Pelemahan rupiah diharapkan tidak berlangsung lama agar tidak memengaruhi ekonomi.

JAKARTA - Cadangan devisa dalam dua bulan terakhir tergerus dua miliar dollar Amerika Serikat (AS) seiring dengan terus terdepresiasinya rupiah melampaui level 15.000 per dollar AS. Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2022 sebesar 130,2 miliar dollar AS, turun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2022 sebesar 130,8 miliar dollar AS. Sedangkan pada Agustus 2022, cadangan devisa tercatat 132,2 miliar dollar AS.

Dalam keterangannya, Direktur Departemen Komunikasi BI, Junanto Herdiawan, di Jakarta, Senin (7/11), mengatakan penurunan posisi cadangan devisa pada Oktober 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Posisi cadangan devisa tersebut, jelasnya, setara dengan pembiayaan 5,8 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Bank sentral pun memandang cadangan devisa tetap memadai didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya mengakui kalau nilai tukar rupiah saat ini belum menguat lantaran dollar AS sangat kuat akibat kondisi global yang masih penuh ketidakpastian.

BI mencatat nilai tukar rupiah sampai dengan 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03 persen dibandingkan dengan level akhir 2021. "Tekanan rupiah ini bukanlah faktor fundamental, tekanan rupiah karena kondisi global serta dollar AS yang menguat," kata Perry.

Indeks nilai tukar dollar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai level tertinggi 114,76 pada 28 September 2022 dan tercatat ke level 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau menguat 18,1 persen selama 2022.

Bahkan jika dihitung dari pertengahan tahun lalu, penguatan dollar AS lebih tinggi lagi, yakni di atas 20 persen atau hampir 25 persen sehingga menyebabkan pelemahan mata uang dunia termasuk negara pasar berkembang dan Indonesia.

Perlu Diwaspadai

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan meskipun cadangan devisa RI masih terbilang aman, namun tren penurunan yang terjadi tetap perlu diwaspadai.

"Cadangan devisa kita dari Agustus, September, Oktober memang terus menurun, tapi masih boleh dikatakan aman karena minimal masih mampu menjaga kinerja ekspor-impor untuk tiga bulan ke depan. Cadangan devisa dalam tataran makroekonomi berperan penting mengurangi fluktuasi nilai tukar dan mendorong tumbuh berkembangnya ekonomi suatu negara," kata Bambang.

Menyikapi ketidakpastian pasar keuangan global seperti sekarang ini, dia mengatakan bahwa dengan menyimpan cadangan devisa dalam mata uang yang tidak terhubung langsung dengan mata uang negara itu sendiri sebenarnya adalah sebuah solusi alternatif dalam menjaga stabilitas mata uang negara tersebut jika di kemudian hari terjadi market shock.

Dia pun berharap, penurunan cadangan devisa saat ini sudah dalam tren yang semakin lama semakin mengecil dari bulan ke bulan.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengatakan cadangan devisa RI masih tetap tinggi bahkan jauh lebih tinggi dari standar kecukupan internasional.

"Penurunan ini memang karena suplai dollar AS di dalam negeri terus menurun, karena BI menggunakan instrumen tersebut untuk stabilisasi nilai tukar rupiah," kata Riefky.

"Justru ini menunjukan bahwa BI masih memiliki instrumen yang cukup, cadangan devisa yang cukup untuk mengintervensi apabila terjadi gejolak di nilai tukar rupiah," tegas Riefky.

Dampak tekanan terhadap nilai tukar rupiah, tambahnya, masih akan sangat tinggi, sehingga perlu intervensi dari sisi cadangan devisa. Kendati demikian, dia berharap penurunan kurs rupiah tidak berlangsung lama agar tidak memengaruhi ekonomi.

Baca Juga: