Pemerintah Provinsi DKI harus melebarkan badan sungai agar kapasitas air meningkat dan memiliki sempadan sungai yang optimal.

JAKARTA - Penghentian penataan sungai di Jakarta dianggap sebagai penyebab meluasnya dampak banjir 2019. Program drainase vertikal yang menjadi andalan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dianggap tidak efektif.

"Drainase vertikal jelas tidak akan menyelesaikan banjir. Apalagi kalau tanah sudah mulai jenuh air. Semoga Pemprov dan Gubernurnya bisa lebih fokus menangani banjir," ujar pengamat perkotaan, Nirwono Joga, di Jakarta, Minggu (28/4).

Menurutnya, penataan sungai di Jakarta terhenti karena Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memprioritaskan program naturalisasi.

Anies berjanji tidak menggusur permukiman di bantaran sungai, padahal penataan sungai itu sangat tergantung dari relokasi warga yang tinggal di bantaran sungai. Menurut Nirwono, istilah vertical drainage itu tidak umum atau tidak dikenal. Itu hanya nama lain biar beda saja oleh Gubernur DKI.

Istilah yang benar adalah ecological drainage atau ekodrainase. Nirwono juga mengkritik pembangunan drainase vertikal yang bakal dibangun di Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan. Dia menyebut pembangunan drainase vertikal di Jakarta Selatan kurang optimal.

Dia mengusulkan strategi lain dalam mencegah banjir. Ada empat konsep lain yang bisa diterapkan. Pertama, penataan bantaran 13 sungai atau kali di Jakarta, baik dengan naturalisasi maupun normalisasi. Kedua, merevitalisasi waduk, danau, dan situ. Ketiga, rehabilitasi saluran air.

Keempat, mengembangkan RTH (ruang terbuka hijau) yang saat ini baru mencapai 9,98 persen, Idealnya 30 persen, berupa jalur hijau, taman, hutan, dan kebun raya yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Apabila keempat konsep tersebut dilakukan bersamaan dengan pembuatan sumur resapan di banyak lokasi, Nirwono yakin banjir Jakarta bisa diatasi.

Naturalisasi Sungai Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/ PRT/M/2018 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, jelasnya, disebutkan bahwa garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai dengan kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter, 15 meter (3-20 meter), dan 30 meter (lebih dari 20 meter).

Sementara itu, garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan minimal berjarak tiga meter dari tepi luar kaki tanggul. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang diterapkan sebagai batas perlindungan sungai.

"Konsep naturalisasi muncul sebagai "pembeda" di tengah kegiatan normalisasi sungai oleh pemerintah. Badan sungai dikeruk, diperdalam, dan diperlebar dengan konsekuensi menggusur permukiman di bantaran sungai. Tepi badan sungai ditanggul (piel beton) agar tidak longsor sehingga terkesan masif," jelasnya.

Meski demikian, tegasnya, untuk menyukseskan program normalisasi atau naturalisasi atau perpaduan keduanya, Pemerintah Provinsi DKI harus melebarkan badan sungai agar kapasitas air meningkat dan memiliki sempadan sungai yang optimal.

Garis sempadan sungai harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, tata ruang kota, kondisi sosialbudaya masyarakat setempat, serta ketersediaan jalan akses bagi kegiatan pengawasan dan pemeliharaan sungai. pin/Ant/P-5

Baca Juga: