Persoalan urgent yang semestinya menjadi perhatian Pemprov DKI itu terkait persoalan air bersih, penanganan banjir dan perumahan serta penurunan tanah.

JAKARTA - Komisi B DPRD DKI Jakarta mempertanyakan urgensi mengenai integrasi tarif transportasi di Jakarta. Saat ini yang mendesak untuk diambil sikap itu terkait pelayanan dan keamanan transportasi, persoalan air bersih, penanganan banjir dan perumahan, serta penurunan tanah.

"Jadi, sampai saat ini kami belum pada sikap setuju atau tidak setuju, belum ada pernyataan itu, tetapi kami jadi bingung mengapa ini mendadak menjadi masalah yang urgent (mendesak)," kata Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (27/3).

Persoalan mendesak dan harus menjadi perhatian Pemprov DKI Jakarta, kata Gilbert, adalah masalah pelayanan dan keamanan transportasi massal di DKI Jakarta, persoalan air bersih untuk konsumsi, banjir, perumahan, hingga penurunan tanah (land subsidance).

"Itu yang urgent, ini kenapa kemudian dipaksakan sama kami. Seperti persoalan air, harusnya dialirkan dulu ke rumah-rumah biar Jakarta ini tidak tenggelam," tuturnya.

Menurut Gilbert, karena kebijakan yang akan melibatkan tiga moda transportasi yakni TransJakarta, MRT Jakarta dan LRT Jakarta awalnya direncanakan membutuhkan biaya kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO).

"Untuk biaya kewajiban sekitar 3,16 triliun rupiah yang diungkapkan oleh Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda DKI Sri Haryati sekira tiga pekan lalu," ujarnya.

Kendati begitu, Gilbert menilai apabila sistem integrasi transportasi tersebut terbentuk, maka dana PSO yang dibutuhkan akan naik jadi 5 triliun rupiah untuk usulan tarif integrasi maksimal 10 ribu rupiah.

"Ini kan bisa membebani daerah, terlebih moda transportasi MRT saja belum seluruhnya terbentuk, terlebih LRT. Bisa dibayangkan jika sudah rampung seluruhnya berapa dana yang harus disediakan lagi oleh daerah untuk dana PSO tersebut," ucapnya.

Disamping itu, Gilbert menambahkan, saat ini pengguna transportasi Jakarta juga tidak seluruhnya warga Jakarta, tetapi 60 persen lebih pengguna transportasi di Jakarta adalah warga di wilayah-wilayah sekitar Jakarta yang menurutnya menjadi tidak tepat sasaran.

"Justru itu, semua itu tidak jelas, kami jadi bingung, apa yang mendesak soal ini. Karenanya Pemprov, tolong dilihat lagi kebijakan ini secara rinci," tutur dia.

Kajian Komprehensif

Sebelumnya, perusahaan penyediaan sistem pembayaran dan jasa layanan rekonsiliasi transportasi di Jakarta, PT Jaklingko menegaskan bahwa integrasi tarif transportasi di Jakarta yang diusulkan maksimal sebesar 10 ribu rupiah, telah melalui kajian komprehensif.

"Tarif Integrasi ini sudah kami kaji komprehensif, sementara permintaan untuk alternatif lain akan kami siapkan kajiannya dan akan disampaikan kembali ke tim tarif Pemprov DKI," kata Dirut PT Jaklingko Indonesia Muhamad Kamaluddin.

Kamaluddin menyebutkan bahwa banyak faktor yang dipertimbangkan dalam kajian tersebut, pertama adalah dari segi warga yakni manfaat yang diterima, kemudian juga mempertimbangkan bagaimana masing-masing BUMD ini dalam memastikan pendapatan dan subsidinya.

"Jadi, itu bukan Jaklingko yang beropini tapi dari kajian yang kemudian, kami lanjutkan bersama konsultan," kata dia.

Rencananya penyatuan harga tarif tiga moda transportasi itu ditentukan dengan harga maksimal sebesar 10 ribu rupiah.

Besaran angka itu mempertimbangkan hasil kajian Willingness to Pay (WTP) masyarakat berpenghasilan rendah untuk menggunakan kendaraan umum di Jabodetabek (MRT, LRT, TransJakarta, Mikrotrans, Mini trans, dan KCI) sekitar 4.917 rupiah.

Baca Juga: