Rapat Paripurna DPR RI Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2024—2025 Keanggotaan DPR RI 2019—2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (RUU Paten) menjadi undang-undang (UU).

JAKARTA - Rapat Paripurna DPR RI Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2024-2025 Keanggotaan DPR RI 2019-2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (RUU Paten) menjadi undang-undang (UU).

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Ketua DPR RI Puan Maharani di Ruang Rapat Paripurna, Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/9).

Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada Rapat Paripurna DPR RI.

Di awal, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Wihadi Wiyanto saat menyampaikan laporannya menjelaskan bahwa Pansus RUU Paten telah menyelesaikan Pembicaraan Tingkat I dengan Pemerintah pada 23 September 2024.

"Seluruh fraksi telah menyampaikan pandangan mini fraksi dan menyetujui RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten untuk dibahas pada Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI," kata Wihadi menyampaikan laporan Pansus RUU Paten.

Dia mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten yang telah diubah beberapa kali itu perlu diubah dan disempurnakan kembali guna menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan perkembangan kebutuhan hukum, baik nasional maupun internasional.

Menurut dia, setidaknya perubahan RUU Paten kali ini dilakukan terhadap 48 pasal yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

Sejumlah perubahan substansi dalam RUU tersebut, kata dia, untuk mendorong inovasi nasional. Maka, invensi yang diimplementasikan pada komputer pengaturannya dikelompokkan ke dalam kategori sistem, metode, dan penggunaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis 4.0 dan 5.0.

"Invensi juga mencakup penggunaan baru atau temuan untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi obat tradisional, grace period (masa tenggang) atas publikasi ilmiah atas suatu paten diperpanjang dari 6 bulan menjadi 12 bulan untuk memberikan kesempatan kepada investor di Indonesia untuk mendapat mendaftarkan paten," katanya.

Untuk mengharmoniskan dengan ketentuan paten internasional, lanjut dia, pemegang paten membuat pernyataan pelaksanaan paten di Indonesia dan memberitahukannya kepada menteri paling lambat setiap akhir tahun.

Guna meningkatkan pelayanan paten, pemohon cukup membuat surat pernyataan asal sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional jika invensi berkaitan dengan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional.

Pemeriksaan substanstif, kata dia, lebih awal agar waktu penyelesaian permohonan paten menjadi lebih cepat dan efisien.

"RUU juga mengakomodasi pemeriksaan substantif kembali, perubahan juga terkait biaya tahunan sebagai antisipasi untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam praktik pemenuhan kewajiban pembayaran biaya tahunan," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa penyempurnaan RUU Paten guna mengakomodasi perkembangan pengetahuan dan teknologi.

"Sasaran pengaturan dalam RUU Paten adalah meningkatkan penyelenggaraan perlindungan dan pelayanan paten yang inovatif responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang selaras dengan perkembangan hukum internasional, khususnya bidang hukum kekayaan intelektual," tuturnya.

Supratman yang mewakili Presiden pun lantas menyatakan persetujuannya agar RUU Paten disahkan menjadi undang-undang.

Sebelumnya, RUU Paten telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023. RUU ini kemudian kembali masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2024 dengan nomor urut 37 sebagai RUU inisiatif pemerintah.

Baca Juga: