Tak hanya merusak ekosistem, kebijakan ekspor pasir laut berisiko merugikan masyarakat pesisir, terutama nelayan.
JAKARTA - DPR RI meminta pemerintah menunda kebijakan ekspor pasir laut. Karena itu, legislator mendesak kebijakan impor pasir laut dikaji ulang agar tak merugikan ekosistem dan masyarakat.
"Ya, saya mengusulkan kalau bisa rencana ekspor pasir laut, kalau memungkinkan ditunda dulu," ujar anggota DPR RI, Ahmad Muzani, di Jakarta Sabtu (21/9).
Muzani memperingatkan kebijakan yang diambil pemerintah soal ekspor pasir laut jangan sampai membawa banyak kerugian untuk masyarakat. Dia meminta pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil langkah.
Menurut Politisi Fraksi Partai Gerindra ini, pemerintah lebih baik mendengarkan masukan dari para aktivis lingkungan terlebih dahulu. Dia menegaskan keuntungan ekonomi jangan sampai membawa kerusakan besar pada lingkungan hidup.
"Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan," imbuh anggota Komisi II DPR RI ini.
Seperti diketahui, pemerintah resmi membuka keran ekspor pasir laut setelah Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Dua aturan itu adalah turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang diteken Presiden Joko Widodo pada Mei 2023.
Senada, anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, mendesak pemerintah meninjau ulang dampak kerugian lingkungan terhadap perizinan kembali ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun.
"Ini harus ditinjau kembali. Kalau saya mengkritisi bahwa di (kebijakan) sini ada potensi ekonomi, tetapi bisa jadi keuntungan ekonomi yang diperoleh itu tidak lebih besar dari dampak yang ditimbulkannya," kata Amin.
Di sisi lain, politisi Fraksi PKS itu juga mempertanyakan seberapa banyak potensi pengerukan dan pengawasan sedimentasi laut yang akan diekspor.
"Walaupun Presiden Jokowi menegaskan ini sedimentasi laut, bukan pasir laut, itu dua hal yang berbeda, tetapi kita akan tetap menduga kuat bahwa itu nanti yang dikeruk adalah pasir laut," tuturnya.
Dirinya menyinggung pengalaman pengerukan pasir laut dan ekspor besar-besaran ke Singapura yang menimbulkan dampak signifikan terhadap kerusakan ekosistem laut.
Tindakan pemerintah yang membuka jalur ekspor pasir laut bertentangan dengan tujuan Indonesia dalam mencapai green economy (ekonomi hijau) yang ramah lingkungan.
"Bukan saja terganggunya ekosistem laut, spesies laut, rusaknya lingkungan, biota laut, dan mangrove, juga akan terdampak," ujar Amin. "Tentu kita tahu bahwa selama ini pemerintah jug sangat lemah dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap eksploitasi sumber daya kelautan," tambahnya.
Kebijakan Kontradiktif
Amin berpendapat tindakan pemerintah yang membuka jalur ekspor pasir laut bertentangan dengan tujuan Indonesia dalam mencapai green economy (ekonomi hijau) yang ramah lingkungan.
Parahnya lagi, pengerukan pasir laut juga akan berdampak pada erosi pantai yang ikut menggerus infrastruktur atau permukiman warga di sekitarnya. Hal itu dapat berpengaruh juga terhadap mata pencaharian nelayan.
"Karena itu, kami sangat menyarankan pada pemerintah hendaknya kalau mau melahirkan kebijakan seperti ini harus melibatkan pakar lingkungan dan ekologi. Sudah siapkah kita untuk mengantisipasi dampak-dampak yang ditimbulkan agar tetap menguntungkan masyarakat Indonesia," tukas Amin.