Dengan semangat Sumpah Pemuda, partisipasi aktif generasi muda dalam proses pembangunan harus mampu menerapkan nilai-nilai gotong-royong, cinta tanah air, persatuan dan kekeluargaan.

JAKARTA - Dengan semangat Sumpah Pemuda, partisipasi aktif generasi muda dalam proses pembangunan harus mampu menerapkan nilai-nilai gotong-royong, cinta tanah air, persatuan dan kekeluargaan.

"Lanskap persoalan dunia yang semakin kompleks saat ini mendorong kita untuk mau menengok kembali pada nilai-nilai perjuangan pemuda saat Sumpah Pemuda digaungkan pada 1928. Generasi muda harus berperan aktif mengisi kemerdekaan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Sumpah Pemuda 2024: Peran Pemuda Mewujudkan Pembangunan Provinsi Papua Selatan yang Inklusif yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/10).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. (H.C) H. Sulaeman L. Hamzah (Anggota DPR RI), Frederika Korain, S.H., MAAPD (Aktivis Perempuan Papua), Rinaldo Aldi K. Makalau (Ketua GMNI Merauke), Ilham Afandi Wahid (Ketua KAMMI Merauke), Kristianus Samkakai (Ketua PMKRI Merauke), Natalis Walilo (Ketua GMKI Merauke), Fio Pani Siregar (Ketua HMI Merauke) dan Rizal Mustofa (Ketua PMII Merauke) sebagai narasumber.

Menurut Lestari, peran aktif pemuda dalam proses pembangunan sangat diharapkan untuk menjawab berbagai tantangan yang semakin beragam saat ini.

Peran aktif pemuda, tambah dia, juga harus dilakukan di daerah-daerah, seperti di Papua Selatan.

Sehingga, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, kebijakan-kebijakan dalam proses pembangunan yang dibuat pemerintah harus mampu seluas-luasnya melibatkan masyarakat.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu generasi muda juga harus mampu menerapkan nilai-nilai persatuan, gotong-royong dan cinta tanah air dalam setiap proses pembangunan.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat melahirkan kebijakan yang mampu melibatkan partisipasi publik secara aktif dalam proses pembangunan.

Sehingga, tegas Rerie, proses pembangunan yang dilakukan benar-benar mampu menghasilkan kesejahteraan baik bagi masyarakat di daerah bersangkutan dan masyarakat Indonesia secara luas.

Ketua PMKRI Merauke, Kristianus Samkakai berpendapat dalam kasus pembangunan di Kabupaten Marauke, Papua Selatan ada benturan paradigma antara pemerintah dan masyarakat adat.

"Harus ada dialog, apalagi pelaksanaan pembangunannya di atas tanah-tanah adat milik pribumi," tegas Kristianus.

Masyarakat adat, jelas dia, perlu mendapatkan penghormatan yang tinggi. Namun, tambah Kristianus, sampai saat ini negara belum memberi perlindungan hukum kepada masyarakat adat.

Saat ini, ungkap Kristianus, di Papua Selatan masyarakat adat kehilangan eksistensinya karena pembangunan yang masif berdampak munculnya sejumlah konflik. "Negara harus hadir untuk mengatasi kondisi tersebut," tegas Kristianus.

Ketua KAMMI Merauke, Ilham Afandi Wahid berpendapat pembangunan setidaknya mencakup dua hal yaitu pembangunan infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Pembangunan di Papua Selatan, tambah Ilham, harus berimbang antara pembangunan infrastruktur dan SDM.

Ketika kita ada uang, jelas Ilham, dengan mudah kita bisa bangun infrastruktur. Namun, tambah dia, dengan kualitas SDM yang rendah ketersediaan infrastruktur yang layak sulit diharapkan dapat berkelanjutan.

Luasnya wilayah Papua, menurut Ilham, harus diimbangi dengan pola pikir yang tepat dalam pengelolaannya.

Aktivis Perempuan Papua, Frederika Korain mengungkapkan keberadaan proyek strategis nasional (PSN) di Marauke berimbas kepada masyarakat adat.

"Pembangunan dilakukan seolah tanah Papua tidak berpenghuni. Seharusnya ada pembicaraan terlebih dahulu, sehingga tidak menimbulkan sengketa di belakang hari," ujarnya.

Menurut Frederika, perspektif pembangunan pemerintah pusat di Papua Selatan harus dikritisi.

Ketua HMI Merauke, Fio Pani Siregar berpendapat sejumlah proyek nasional yang gagal di masa lalu seharusnya melahirkan kehati-hatian dalam melaksanakan proyek yang sama di saat ini.

Apalagi, jelas Fio, setiap kegagalan proyek berskala nasional itu menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada kehidupan masyarakat adat.

Ketua GMNI Merauke, Rinaldo Aldi K. Makalau berpendapat pemuda wajib berperan aktif dalam melakukan perubahan dan pembangunan di daerah.

Anggota DPR RI, Sulaeman L. Hamzah mengungkapkan dalam perjuangannya sebagai wakil rakyat masyarakat Papua selama ini permasalahan yang mengemuka adalah terkait masyarakat adat.

Sulaeman berharap, respon pemerintah daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat, melalui sejumlah peraturan daerah, bisa dipercepat.

Khusus Papua Selatan, ujar Sulaeman, selama ini peran kepala daerah dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat dinilai masih setengah hati.

Komunikasi dengan masyarakat adat dalam setiap proses pembangunan, tegas dia, harus mampu ditingkatkan dalam rangka memperbaiki pola pendekatan terhadap masyarakat.

Selain itu, Sulaeman juga mendorong partisipasi aktif generasi muda di Papua Selatan juga bisa ditingkatkan dalam setiap proses pembangunan.

Menyikapi hal itu, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat tidak bisa ada kemajuan dalam proses pembangunan, tanpa mutu pendidikan yang lebih baik.

Sehingga, ujar Saur, perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan.

Dana Alokasi Khusus (DAK) misalnya, tambah dia, perlu difokuskan untuk pengembangan sektor pendidikan di daerah.

Baca Juga: