JAKARTA - Pemerintah berencana mengembangkan rumput laut menjadi produk bioavtur. Selain mendorong diversifikasi energi, pengembangan tersebut menjadi bagian dari kebijakan hilirisasi komoditas sumber daya kelautan.
"Kita kan juga koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bapak Trenggono untuk hal itu. Dan kita sudah ada gambaran awalnya jadi kita sudah sampaikan dan kita juga memastikan potensi prioritasnya apa," ujar Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani saat ditemui di Jakarta, Minggu (3/11).
Roslan mengakui untuk riset awal pemanfaatan rumput laut menjadi bioavtur dan beberapa produk lain oleh salah satu asosiasi terkait telah dikantonginya serta akan membicarakannya lebih lanjut dengan KKP.
"Tapi untuk riset awalnya dengan asosiasi juga sudah menyampaikan kepada kami," katanya.
Dengan potensi produksi rumput laut hasil budidaya yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang meliputi Bali, Nusa Tenggara Timur serta beberapa wilayah di Indonesia bagian timur ini ia yakin hilirisasi rumput laut dapat dikembangkan lebih jauh sehingga mampu menghasilkan nilai tambah.
Namun demikian, dia mengakui komoditas rumput laut saat ini belum memiliki bentuk usaha secara korporasi, sehingga hal ini menjadi salah satu tugas yang menjadi catatan baginya agar dapat merealisasikan hilirisasi rumput laut menjadi bioavtur.
Terlebih, Indonesia menjadi produsen rumput laut tropis terbesar di dunia. Sehingga dari sisi produksi atau hulu mampu memenuhi kebutuhan hilirisasi atau pengembangan produk.
"Sangat cukup (produksi). Kita untuk rumput laut ini, kita nomor dua penghasil terbesar di dunia. Tetapi untuk rumput laut tropis kita nomor satu terbesar di dunia," pungkasnya.
Berdasarkan catatan KKP, hingga kini potensi budi daya rumput laut masih terbuka luas. Hal ini karena pemanfaatan lahan untuk budi daya baru terpakai 0,8 persen atau seluas 102.254 hektare dari total potensi luas lahan sebesar 12 juta hektare.
Pada 2022, budi daya rumput laut Indonesia menghasilkan 9,23 juta ton yang didominasi varian Cottonii sebagai bahan karagenan, disusul jenis rumput laut Sargassum, Gracilaria, Haliminea, dan Gelidium amanzii.