Dampak dari adiksi perilaku seperti kecanduan pada gim atau media sosial terhadap kemampuan kognitif anak.

Dokter spesialis saraf dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Dr. dr. Yetty Ramli, Sp.S(K) menyebutkan dampak dari adiksi perilaku seperti kecanduan pada gim atau media sosial terhadap kemampuan kognitif anak.

"Orang-orang yang kecanduan bermain gim ternyata skor pemeriksaan fungsi berpikirnya jauh lebih rendah ketimbang orang yang normal," kata Yetty dalam sebuah diskusi daring yang digelar pada Minggu.

Pertama, dari aspek kontrol diri, anak yang mengalami adiksi sulit mengalihkan perhatiannya sehingga cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar serta lambat bereaksi apabila terjadi sesuatu di sekitarnya. Selain itu, adiksi juga berdampak pada emosi anak yang labil dan sulit dikendalikan.



"Misalnya dia disuruh setop dia akan marah, mengamuk, malah ada yang sampai membunuh," ujar Yetty.

Kedua, dari aspek daya ingat, adiksi dapat menyebabkan mudah lupa sehingga anak kesulitan dalam belajar.

Yetty juga mengingatkan pengaruh adiksi terhadap kemampuan bicara dan komunikasi anak-anak. Anak-anak yang sudah adiksi terhadap sesuatu akan mengurangi kualitas dan kuantitas interaksinya dengan orang tua maupun lingkungannya.

Hal tersebut membuat kemampuan komunikasi maupun kemampuan motorik anak lebih lambat berkembang sehingga dia mendorong orang tua untuk lebih memperhatikan waktu yang dihabiskan anak dalam bermain gim maupun melihat media sosial, terlebih dalam masa tumbuh kembangnya.

"Jadi anak ini akan kesulitan dalam melakukan segala keterampilan, kemampuan motoriknya baik motorik halus maupun kasarnya dan kemampuan berbicaranya terutama yang mengalami keterlambatan," tuturnya.

Kurangnya interaksi anak dengan lingkungan sekitar, juga menyebabkan dampak ketiga yakni aspek kemampuan sosial. Anak-anak yang tidak terbiasa bersosialisasi karena adiksinya, cenderung memiliki rasa kurang percaya diri dan lebih suka menyendiri.

Keempat, dari aspek gangguan proses berpikir di mana bagian depan otak anak-anak dan remaja yang berfungsi membuat keputusan, mengatur emosi, dan menilai situasi belum berkembang sempurna.

Apabila hal ini diperparah dengan adiksi maka anak akan kesulitan dalam membuat keputusan dan rencana, lebih mengedepankan emosi tanpa berpikir dampak dari keputusannya itu.

"Kita tahu bahwa emosinya lebih dulu matang daripada fungsi (otak) di daerah depan untuk merencanakan sehingga menyebabkan anak remaja itu emosinya jadi labil sehingga dia sulit memutuskan 'apakah perilaku saya ini baik atau tidak?' karena dia lebih bermain dengan emosinya," kata Yetty.

Baca Juga: