DKPP telah memutus 587 perkara terkait pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu 2024 sepanjang tahun 2023 hingga 20 Maret 2024. Dari jumlah tersebut sebanyak 300 orang direhabilitasi dan 281 orang dijatuhi sanksi.

JAKARTA - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Heddy Lugito mengatakan bahwa pihaknya telah memutus 587 perkara terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu sepanjang tahun 2023 hingga 20 Maret 2024.

"Data penanganan perkara sepanjang tahun 2023 sampai dengan bulan Maret 2024 menunjukkan terdapat 587 pelanggaran pemilu telah diputus oleh DKPP," kata Heddy saat rapat kerja (raker) Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/3).

Dari jumlah tersebut, lanjut dia, sebanyak 300 orang (50 persen) direhabilitasi dan 281 orang (47 persen) dijatuhi sanksi. "Seperti yang tadi saya kemukakan yang dijatuhi sanksi jumlahnya lebih sedikit dibanding yang direhabilitasi," ucapnya.

Dia menambahkan bahwa data terbaru dari awal Maret 2024 hingga Senin, setidaknya ada 40 perkara yang diadukan ke DKPP dan kerap simultan pula dengan perkara yang diadukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Setelah 20 Maret sampai sekarang hampir tiap hari minimal lima sampai 10 aduan masuk DKPP, rupanya ini pengaduan ke DKPP simultan dengan yang diadukan ke MK. Sehingga selama dua pekan ini perkara yang masuk ke DKPP sudah sekitar 40 perkara," katanya.

Heddy lantas menyampaikan beberapa perkara yang menuai sorotan publik yang ditangani oleh pihaknya di antaranya, verifikasi partai politik peserta pemilu dengan teradu KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe.

"Ada beberapa partai politik yang di daerah itu tidak lolos verifikasi, tapi diloloskan oleh KPU Sangihe, pada waktu itu putusan DKPP terbukti secara administratif ada kecerobohan oleh KPU," ujarnya.

Kemudian, perkara terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 menyangkut keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, di mana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dijelaskan minimal 30 persen paling sedikit keterwakilan perempuan di parlemen.

"Ini berujung sampai ke Mahkamah Konstitusi, pengadunya Koalisi Perempuan, ditegaskan bahwa apa yang dilakukan KPU, di PKPU, tidak sejalan dengan amanat undang-undang. Kemudian dari situ Koalisi Perempuan mengadukan ke DKPP," tuturnya.

Lalu, perkara soal pelanggaran kode etik dan prosedur KPU yang seharusnya melakukan perubahan PKPU atas putusan MK terkait perubahan batas usia calon presiden dan wakil presiden. "Putusan DKPP menyatakan pencalonan sah secara konstitusional, hanya KPU melanggar beberapa asas yang tidak profesional dalam penanganan pendaftaran," ucap dia.

Anggaran Pemilu

Dalam kesempatan sama, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menyebutkan realisasi anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 mencapai 40 triliun rupiah dari 51 triliun rupiah yang dialokasikan, atau setara 79,50 persen, per 15 Maret 2024.

Adapun anggaran Pemilu 2024 meliputi anggaran tahun jamak atau multiyears 2022, 2023 dan 2024. "Total alokasi DIPA untuk Pemilu 2024 tahun jamak meliputi tahun 2022, 2023 dan 2024 sebesar Rp51.197.413.921.000, realisasinya sampai dengan 15 Maret 2024 adalah Rp40.700.079.867.583 atau setara dengan 79,50 persen," ujar Hasyim saat RDP.

Sebelumnya, Rabu (20/3), KPU RI menetapkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan Capres-Cawapres terpilih pada Pilpres 2024.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan pihaknya akan melanjutkan rapat kerja dengan penyelenggara pemilu pada Senin (1/4) pekan depan untuk mengevaluasi secara total pelaksanaan Pemilu 2024.

"Mungkin nanti kita hari Senin depan, bisa jadi pagi, siang, sampai malam, atau mau dua hari silakan saja. Intinya adalah kita ingin mengevaluasi secara total," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Baca Juga: