Pengolahan limbah di Jakarta menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah tuntas. Limba ini seringkali mencemari sungai di Jakarta. Selain limbah industri, limbah domestik atau limbah rumah tangga pun memiliki andil besar dalam pencemaran itu.

Padahal, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mengolah limbah di Ibu Kota, yakni PD PAL Jaya. Namun, tetap saja limbah-limbah ini mencemari lingkungan yang ada. Sebab, peran PAL Jaya untuk pengolahan limbah ini masih belum optimal.

Untuk mengetahui lebih lanjut akan hal ini, reporter Koran Jakarta, Peri Irawan mewawancarai Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Oswar Mungkasa. Berikut petikannya:

Sejauh ini, bagaimana rencana strategis Pemprov DKI dala menangani limbah?

Jakarta memiliki 15 zona untuk sistem pemipaan limbah. Rencananya, sistem pemipaan ini akan selesai 80 persen pada 2050. Baru 80 persen area Jakarta yang dicover oleh pemipaan. Limbah dari rumah-rumah ini nanti tidak pakai septic tank tapi pakai pipa. Tapi, kan masih ada 20 persen yang belim tertangani, mungkin akan ditangani oleh sistem yang sifatnya komunal.

Sistem pemipaam 15 zona itu dimana saja?

Kita sudah bangun zona nol, di Setiabudi, Kuningan. Sekarang mau dibangun zona satu dan enam. Itu dibangun untuk Jakarta Pusat mengarah ke Utara. Ada di petanya. Pelan-pelan kita lakukan. Ini mesti menunggu 2050. Nah, kita nggak mungkin membiarkan orang buang air besar sembarangan sampai 2050.

Lalu, apa langkah terdekat?

Iya, 2050 ini kan masih lama. Sambil menunggu 2050 ini apakah orang yang buang air besar sembarangan ini dibiarkan? Masa Ibu Kota Jakarta masih ada 400 ribu orang uang air besar sembarangan. Sambil menunggu itu kita akan kembangkan sistem komunal tadi. Nantinya, sistem komunal ini bisa nyambung ke pemipaan. Itu yang akan kita lakukan.

Sementara, yang sudah punya toilet dan tanki saptic ditangani oleh PAL Jaya.Dalam waktu lima tahun, paling lambat 400 ribu orang Jakarta yang buang air besar sembarangan, itu tidak ada lagi, seharusnya.

Lokasi mana saja yang ditemukan banyak limbah?

Aliran sungai, yang paling berbahaya itu adalah yang punya toilet tapi tidak ada tangki saptic. Terutama padat penduduk, terutama sepanjang sungai. Mereka menganggap tidak perlu ada tangki saptic karena kemudian limbah dibuang ke sungai. kalau diperkotaan rata-rata bocor karena nggak disedot.

Rencananya, lokasi mana saja yang akan dijadikan pengolahan limbah?

Belum tahu. Harusnya bisa dikeluarkan lokasi-lokasi bisa jadi potensi untuk dikembangkan. Secara teoritis, yasepanjang sungai itu.

Bagaimana hasil pengolahan limbah di Bukit Duri Utara?

Saya lihat berhasil. masyarakat mau gotong royong, mau mengeluarkan dana untuk melakukan pengelolaan. emisi buangannya sudah memenuhi syarat. Itu bisa dicontoh, pertanyaannya apakah ini bisa berlangsung terus 10 tahun ke depan nah ini yang perlu di pelajari.

Apakah pengelolaan limbah komunal ini diolah lagi sama PAL Jaya?

Nggak. Kan limbah itu sudah aman. Saat dia keluar itu, sudah bisa jadi air bersih. Kita harus memastikan tidak ada lagi buang air besar sembarangan ke sungai. Karena sungai kita seharusnya sudah bisa jadi sumber air. Sekarang kan nggak bisa, karena sudah tercemar 10 ribu kali di atas batas minimum. Kalau kita bisa pastikan tidak ada huang air besar sembarangan dan limbah industri juga bisa kita kurangi secara signifikan, maka 13 sungai di Jakarta sudah bisa sumber air.

Berapa biaya untuk membangun limbah komunal ini?

Saya nggak tahu, saya dengar sih sekitar Rp 400 juta. Tapi itu nggak banyak, hanya untuk 100 orang.

Fasilitasnya apa saja?

Kan gini. komunal ini ada dua macam, ada yang wc komunal dan tangki septic komunal. Satu tangki septik ini melayani dengan 10 rumah. Setiap tangki septic juga saling berhubungan satu sama lain. Kalau nanti sistem pemipaan ada, dia bisa nyambung ke situ. Ini hanya untuk sementara. P-5

Baca Juga: