Anies Baswedan berjanji mengumumkan kebijakan terkait penghentian swastanisasi air bersih di Jakarta pada Senin (8/4).

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menilai, Pemprov DKI Jakarta tertutup akan informasi terkait kebijakan swastanisasi air.

Pengacara publik LBH Jakarta Jeanny Sirait sebagai perwakilan KMMSAJ berpendapat, ketertutupan informasi itu menimbulkan kecurigaan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih membela kepentingan perusahaan swasta dibandingkan kepentingan warga Jakarta.

"Melihat kondisi seperti itu (ketertutupan informasi), kita jadi bertanya sebenarnya Gubernur DKI ini berpihak kepada publik dalam hal ini warga Jakarta atau malah berpihak kepada swasta," kata Jeanny.

Menurut dia, LBH Jakarta telah meminta Pemprov DKI lebih terbuka. LBH Jakarta telah mengirimkan surat permohonan keterbukaan informasi sebanyak dua kali ke Pemprov DKI. Surat itu ditujukan ke Ketua Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum dan Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID) Jakarta.

"Permohonan keterbukaan informasi publik itu dikirimkan sekitar sebulan lalu, awal Maret ya. Ada dua surat sebenarnya, satu (surat) untuk ketua Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum, kemudian sampai sekarang tidak direspons," ujar Jeanny.

Koalisi Masyarkat Menolak Swastanisasi Air (KMMSAJ) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera putus kontrak kerja sama dengan PT PAM Lyonnaise (PT PALYJA) dan PT AETRA Jakarta.

"Tuntutan kami yakni putuskan kontrak kerja sama dua perusahaan air milik swasta, yakni PT PAM Lyonnaise (PT PALYJA) dan PT AETRA Jakarta," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Arief Maulana, di Jakarta, Minggu (7/4).

Menurut Arief, berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) kerugian negara mencapai 1,26 triliun rupiah.

"Kalau diteruskan sampai 2023 kerugian akan mencapai belasan triliun rupiah, belum lagi kerugian materil yang terjadi di masyakarat yang sudah kesulitan air bersih yang berkualitas yang dialami warga Penjaringan dan Rawa Badak," ujarnya.

Kebijakan Air

Sebelumnya, Anies Baswedan berjanji mengumumkan kebijakan terkait penghentian swastanisasi air bersih di Jakarta pada Senin (8/4) besok. "Insya Allah kalau enggak ada halangan Senin (depan) kami umumkan," kata Anies di Jakarta Barat, Senin (1/4).

Opsi yang bisa dilakukan DKI untuk menghentikan swastanisasi yakni lewat mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, akan mengumumkan kebijakan penghentian swastanisasi air bersih di Jakarta pekan depan. "Insya Allah, kalau gak ada halangan, Senin (depan) kami umumkan," kata Anies, di Jakarta Barat, Senin (1/4).

Sebulan lalu, Anies berjanji akan akan mengumumkan bakal mengambil alih pengelolaan air Jakarta. Saat itu, 11 Februari 2019, Anies dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum mengumumkan hasil kajian selama enam bulan terakhir.

Tim tersebut mengkaji berbagai opsi yang bisa dilakukan DKI untuk menghentikan swastanisasi. Langkah yang dipilih yakni lewat mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengakhiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian belum kontrak habis di 2023. pin//P-5

Baca Juga: