LONDON - Novak Djokovic sudah menjadi legenda tenis dunia. Meski demikian, dia berharap ingin menjadi juara yang dicintai. Hal itu diungkap Djokovic setelah memenangkan mahkota Wimbledon ketujuh, Senin (11/7) dini hari WIB. Petenis Serbia itu telah lama mencari yang hilang untuk membuatnya setara dengan Roger Federer dan Rafael Nadal di hati para penggemar tenis.

Kemenangan empat set atas Nick Kyrgios yang tidak diunggulkan mendorongnya mengungguli Federer ke posisi kedua dalam daftar pemenang Grand Slam putra sepanjang masa dengan 21 gelar, satu di belakang Nadal. Djokovic seperti biasa menggigit sepotong rumput dalam selebrasinya sebelum membuat gerakan tangan berbentuk cinta ke seluruh penjuru centre court.

Sementara itu, Federer dan Nadal menikmati status yang dianggap hampir seperti dewa. Petenis Serbia itu menjadi pemain yang menurut para penggemar lebih sulit untuk dicintai. Banyak yang telah memilih petenis Swiss atau Spanyol sebagai idola pada saat Djokovic memenangkan gelar Grand Slam pertamanya pada 2008. Dia hanya dianggap sebagai pesaing.

Petenis Serbia, yang meninggalkan Beograd ketika berusia 12 tahun untuk berlatih di Munich dan melarikan diri dari pemboman NATO di kota kelahirannya itu, memiliki karakter yang lebih kasar daripada Federer yang halus dan tenang atau Nadal yang tidak menonjolkan diri.

Tingkahnya yang paling dikenang adalah pada AS Open tahun 2020. Djokovic memukul bola dengan marah yang mengenai hakim garis wanita. Tindakan itu memberikan gambaran sekilas tentang karakternya yang berapi-api. Beberapa keyakinan pribadinya menuai kritik, termasuk penolakannya untuk divaksin virus korona. Keputusan itu membuatnya kehilangan tempat di Australia Open tahun ini.

Djokovic yang sudah terbiasa menghadapi penonton yang memihak kepada lawannya, tampaknya telah membalikkan keadaan di final AS Open tahun lalu. Saat itu, dia kalah dari Daniil Medvedev. Dia menerima dukungan sepenuh hati dari penggemar yang mendesaknya untuk melawan Medvedev.

Tapi itu akhirnya sia-sia karena dia kehilangan kesempatan untuk menjadi orang pertama yang menyapu bersih satu tahun Grand Slam sejak Rod Laver pada tahun 1969. "Jumlah dukungan, energi dan cinta yang saya dapatkan dari penonton adalah sesuatu yang akan saya ingat selamanya," ucapnya.

Waktu tampaknya berpihak pada petenis Serbia itu dalam usahanya untuk dianggap sebagai pemain terhebat sepanjang masa dan terus memenangkan hati para penggemar. ben/AFP/G-1

Baca Juga: