Beberapa waktu yang lalu, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) menandatangani perjanjian kerja sama pemanfaatan data kependudukan dengan 13 lembaga yang sebagian di antaranya adalah lembaga financial technology atau fintech.

Namun, kerja sama pemanfaatan data kependudukan itu menuai kritikan. Ada beberapa pihak mencurigai pemberian hak akses pemanfaatan data kependudukan ini dapat menyebabkan kebocoran data kependudukan. Bahkan yang mengkritik juga mempertanyakan logika yang mendasari pemberian hak akses pemanfaatan data kependudukan oleh Kemendagri.

Untuk mengupas itu lebih lanjut, Koran Jakarta berkesempatan mewawancarai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, di Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.

Ada beberapa pihak mencurigai pemberian hak akses pemanfaatan data kependudukan ini dapat memicu kebocoran data kependudukan. Tanggapan Anda?

Saya perlu jelaskan dulu, pemberian hak akses verifikasi pemanfaatan data kependudukan sesungguhnya berlandaskan pada amanat Pasal 79 dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Pasal 79 terkait dengan hak akses verifikasi data dan Pasal 58 terkait dengan ruang lingkupnya. Data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri dimanfaatkan untuk semua keperluan, antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

Ketentuan tersebut sejatinya lahir sebagai bentuk dukungan nyata fasilitas negara, bukan hanya dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja organ negara, namun juga perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan layanan publik bagi seluruh elemen bangsa dan negara.

Jadi kami tegaskan, Dukcapil Kemendagri itu tidak memberikan data kependudukan kepada lembaga pengguna. Dukcapil Kemendagri hanya memberikan hak akses untuk verifikasi data.

Berapa fintech yang meneken perjanjian kerja sama pemanfaatan data kependudukan dengan Dukcapil?

Perjanjian kerja sama antara Dukcapil Kemendagri kemarin itu dengan 13 perusahaan swasta, yang tiga di antaranya yaitu PT Pendanaan Teknologi Nusa (Pendanaan.com), PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman) dan PT Ammana Fintek Syariah (Ammana) bergerak di bidang penyedia jasa pinjaman (fintech).

Apa ada syarat khusus bagi fintech yang ingin bekerja sama dengan Dukcapil untuk memanfaatkan data kependudukan?

Persyaratan dan tata cara untuk bisa mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan secara lebih teknis diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan atau Permendagri Nomor 102 Tahun 2019.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah surat keterangan izin usaha dan adanya rekomendasi tertulis dari otoritas pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha bagi badan hukum Indonesia.

Nah, ketiga perusahaan fintech peer-to-peer lending yang mendapatkan hak akses verifikasi data kependudukan ini telah mendapatkan izin untuk beroperasi beserta rekomendasi tertulis dari lembaga negara yang berwenang yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apabila belum memiliki izin dari OJK maka tidak akan diberikan kerja sama.

Apa manfaatnya kerja sama ini bagi perusahaan fintech?

Khusus bagi industri fintech di mana memiliki risiko tinggi pinjaman fiktif mengingat proses identifikasi konsumen dilakukan secara jarak jauh, pemanfaatan data kependudukan, NIK dan e-KTP ini merupakan suatu kemajuan besar.

Diharapkan hak akses pemanfaatan data kependudukan ini dapat mencegah peminjam fiktif sehingga dapat memajukan industri yakni memperkuat peranannya dalam menyalurkan pinjaman ke masyarakat yang belum terakses lembaga jasa keuangan. Dengan kerja sama ini akan dapat mencegah kejahatan, mencegah data masyarakat tidak digunakan orang lai dan mencegah kerugian yang lebih besar dari lembaga fintech karena peminjam menggunakan data orang lain. n agus supriyatna/P-4

Baca Juga: