SINGAPURA - Para ilmuwan dari Temasek Life Sciences Laboratory (TLL), baru-baru ini menemukan cara untuk mengoptimalisasi pertumbuhan padi dengan mengurangi gas metana.

Dikutip dari The Straits Times, tim memasukkan jarum ke dalam kotak tertutup yang berisi tanaman padi di dalamnya untuk mengambil sampel udara. Jumlah metana dari tanaman padi kemudian diukur, sebuah metrik penting untuk proyek yang berupaya melakukan dekarbonisasi beras.

Metana merupakan gas rumah kaca terbanyak kedua setelah karbon dioksida dan menyumbang sekitar 20 persen emisi global. Metana dari pertanian padi saja menghasilkan 1,5 persen emisi gas rumah kaca.

Jumlah metana yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti bahan kimia yang ditambahkan ke dalam tanah, varietas padi, dan metode irigasi.

Gas tersebut dihasilkan ketika mikroba anaerobik memakan bahan organik di tanah sawah yang tergenang air, di mana para petani menggunakan praktik penggenangan untuk mengendalikan hama dan gulma.

Beras sendiri juga menghasilkan kadar metana yang bervariasi, tergantung varietasnya. Kondisi yang berbeda telah diuji di laboratorium di National University of Singapore (NUS) sejak 2022, dengan tujuan mengurangi emisi metana setidaknya 20 persen, dibandingkan dengan praktik saat ini tanpa intervensi apa pun.

Tingkatkan Hasil

Proyek ini juga bertujuan agar pertanian padi dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim dan pada saat yang sama, meningkatkan hasil panen padi sebesar 5 persen dengan menggunakan lebih banyak varietas yang tahan iklim, meningkatkan kesehatan tanah, dan menggunakan tingkat air dan pupuk yang optimal.

Meskipun beras memberi makan separuh populasi dunia, beras juga bertanggung jawab atas 1,5 persen emisi gas rumah kaca.

Perubahan pola cuaca akibat emisi gas rumah kaca oleh manusia juga telah memicu perubahan iklim sehingga mempengaruhi produksi pangan secara global.

"Penelitian tahap pertama proyek ini telah menunjukkan penurunan emisi metana, sementara produksi beras meningkat," kata peneliti senior di TLL, Naweed Isaak Naqvi.

Ia mempresentasikan penelitiannya kepada komunitas filantropi regional pada Jumat (15/9) di Philanthropy Asia Summit, di mana penelitian itu merupakan salah satu dari delapan proyek yang ditampilkan.

Dana dalam jumlah yang tidak diungkapkan sedang dikumpulkan untuk melaksanakan penelitian beras TLL di luar laboratoriumnya.

Baca Juga: