JAKARTA- Dua perusahaan pertambangan yang awalnya berniat bekerja sama, akhirnya malah menempuh ranah hukum, karena merasa ada tindakan sepihak yang merugikan rekanannya. Adalah PT Kelompok Delapan Indonesia (PT KDI) yang menilai adanya upaya penyerobotan pelabuhan khusus (Jetty) miliknya yang terletak di Desa Matarape, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, oleh PT Tiran Indonesia.

Direktur KDI, Triwiardi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (2/5) mengatakan sejak 2010 pihaknya menambang nikel di wilayah ijin usaha tambang (IUP) KDI di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk mendukung kegiatan itu, KDI pada 2011 membebaskan, membangun dan mengoperasikan Jetty di Desa Matarape, Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

"Namun, pada 2012, Pemerintah mengeluarkan larangan ekspor semua bahan baku tambang dalam negeri termasuk nikel, sebagai pelaksanaan UU Minerba. Sebagai perusahaan yang taat dengan semua undang-undang, KDI menghentikan kegiatan penambangan dan pengoperasian Pelabuhan Khusus/ Jetty tersebut," jelas Triwiardi.

Kemudian pada 17 Maret 2017, PT Tiran Indonesia, perusahaan milik mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, menyurati KDI dan mengutarakan keinginan untuk kerja sama penggunaan atau Joint Operation (JO) Jetty milik KDI.

KDI pun pada 5 April 2017, membalas surat Tiran Indonesia dan menyatakan persetujuan JO dengan nilai sewa yang akan dibicarakan dalam kesempatan tersendiri.

Namun pada 2017, dengan tanpa seijin dan/atau kerja sama (JO) legal dengan KDI, Tiran Indonesia langsung menduduki dan mengoperasikan Jetty milik KDI secara tidak sah.

"Bukan hanya melakukan penyerobotan atau menduduki dan mengoperasikan Jetty milik KDI secara illegal, Tiran Indonesia juga berupaya melakukan pengurusan rekomendasi/ ijin guna mengambil alih secara tidak sah Jetty milik KDI," tuding Triwiardi.

Salah Administrasi

Lebih parah lagi, PT Tiran Indonesia mengurus ijin dengan menyalahi administrasi.

"Mereka mengurusnya ke Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, padahal letak geografis Jetty tersebut berada di wilayah administrasi Kabupaten Morowali dan Provinsi Sulawesi Tengah. Artinya dalam pengurusan rekomendasi atau ijin Jetty tersebut telah terjadi penyimpangan administrasi," jelas Triwiardi.

Arogansi Tiran Indonesia tak berhenti sampai di situ. Pada 2018, Tiran Indonesia tanpa ijin menggunakan pula jalan hauling milik KDI yang berada di wilayah IUP KDI, termasuk menggunakan pula lahan KDI untuk keperluan stockpile mereka.

"Semua aksi koboi di lapangan itu dengan tanpa adanya ijin dan/atau kerja sama dengan KDI," sesalnya.

Merespon aksi sepihak itu, KDI pun menempuh langkah hukum dengan melaporkan Tiran Indonesia ke Polda Sulawesi Tenggara dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/196/IV/2022/SPKT POLDA SULTRA, dalam perkara Tindak Pidana Memasuki Pekarangan Tanpa Izin dan Pengrusakan.

"Manajemen KDI dengan itikad baik telah berupaya meminta manajemen Tiran Indonesia untuk hadir ke kantor pusat KDI di Jakarta guna melakukan musyawarah terkait hal tersebut, dengan cara mengirimkan surat kepada Tiran Indonesia sebanyak tiga kali," katanya.

Namun dengan sangat arogan Tiran Indonesia sama sekali tidak menanggapi itikad baik dari KDI.

"Dengan mengacu kepada tanggapan Tiran Indonesia, dapat diasumsikan bahwa Tiran Indonesia tidak mempunyai itikad baik melakukan kerja sama penggunaan jalan hauling dan lahan stockpile dengan KDI untuk keperluan bisnis Tiran Indonesia.

Atas dasar itu pula KDI secara sah berhak untuk melakukan penambangan/ penggalian di seluruh wilayah IUP KDI, termasuk di lokasi jalan hauling yang biasa digunakan oleh Tiran Indonesia dengan tanpa izin, mengingat penambangan dan penggalian itu dilakukan KDI di dalam wilayah IUP miliknya sendiri.

Saat ini, sambung Triwiardi, Tiran Indonesia juga memiliki masalah dalam hal pengoperasian Jetty yang sebenarnya merupakan milik KDI dengan masyarakat Desa Matarape, Pemerintah Kabupaten Morowali, Pemerintah dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, dan Kementerian Perhubungan.

Tiran Indonesia dinyatakan telah melakukan melakukan pengoperasian jetty secara illegal karena seluruh rekomendasi/ijin yang dimilikinya diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Konawe Utara dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, sementara secara geografis Jetty tersebut berada di wilayah administrasi Kabupaten Morowali dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Atas penyimpangan administrasi tersebut, pada 26 April 2022 Tim Gabungan yang terdiri dari Pemerintah Kabupaten Morowali, Pemerintah dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Kementerian Perhubungan (UPP Kolonedale), beserta Polres dan Kodim Morowali telah melakukan penghentian pengoperasian Jetty Tiran Indonesia.

Permasalahan di Lapangan

Tiran Indonesia pada 29 April 2022 mendatangi lokasi IUP milik KDI dengan permintaan agar KDI dapat menutup/ menguruk kembali jalan hauling yang telah dilakukan penambangan/ penggalian.

"KDI menolak permintaan itu dengan alasan bahwa kegiatan penambangan dan penggalian tersebut dilakukan di dalam wilayah IUP KDI, dan Tiran Indonesia sampai dengan saat ini tidak menunjukkan keinginan atau itikad baiknya untuk bersedia melakukan pembahasan kerja sama dengan KDI," tegas Triwiardi.

Karena tidak ada titik temu, maka fasilitas tersebut disepakati berstatus quo atau diselesaikan melalui proses hukum. Namun lagi-lagi, kesepakatan itu dikangkangi PT Tiran.

"Dalam keadaan status quo, pada tanggal 30 April dini hari, Tiran Indonesia memasuki wilayah IUP KDI yang sedang dilakukan penambangan dan penggalian sambil melakukan pengurukan atau penimbunan," pungkasnya.

Baca Juga: