Menteri Kesehatan (Menkes) Budi G. Sadikin menyebut deteksi dini atau atau skrining kesehatan yang telah ditanggung BPJS Kesehatan, secara berkala dapat meningkatkan kesempatan seseorang untuk lepas dari penyakit tidak menular seperti kanker.

Melansir laman Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Menkes Budi menjelaskan bahwa survival rate kanker termasuk tinggi sehingga skrining kesehatan dapat membuat seseorang berpeluang besar untuk menjadi penyintas kanker.

Sayangnya, sebagian besar pasien kanker di Indonesia justru baru memeriksakan diri saat kanker sudah dalam stadium lanjut. Akibatnya mayoritas atau sekitar 90 persen pasien kanker di Tanah Air tidak mendapatkan penanganan yang optimal yang berakhir pada kematian.

Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) sendiri mencatat setidaknya ada sekitar 10 juta penduduk dunia yang meninggal akibat kanker sepanjang tahun 2020. Jumlah kematian akibat kanker juga dilaporkan terus meningkat dari tahun ke tahun, di mana pada 2023 diperkirakan ada sekitar 13 juta kematian akibat penyakit berbahaya ini. Padahal, selain meningkatkan kesempatan hidup, deteksi dini kanker juga dapat mengendalikan biaya perawatan, tingkat keparahan, kecacatan, bahkan kematian.

''Kanker itu dapat dikendalikan, angka survival rate-nya tinggi tapi syaratnya harus deteksi dini. Sekitar 90% bisa dikendalikan, kalau ditemukan pada stadium lanjut maka 90% akan meninggal,'' kata Menkes dalam acara Fun Walk peringatan Hari Kanker Sedunia di Jakarta.

Menurut Menkes, ada sejumlah faktor yang menyebabkan banyak pasien kanker yang tidak melakukan skrining kesehatan sebelumnya. Pertama, masyarakat takut untuk melakukan pemeriksaan karena khawatir karena keterbatasan dana. Kedua, masih banyak fasilitas kesehatan utamanya di daerah yang tidak bisa melakukan skrining kanker karena keterbatasan peralatan medis. Ketiga, kurangnya tenaga kesehatan yang berkompeten untuk menjalankan skrining kanker.

Ketiga faktor itulah yang kini tengah menjadi fokus Kemenkes untuk direformasi dengan melakukan transformasi kesehatan layanan rujukan yang merupakan pilar kedua transformasi kesehatan. Dari sisi pembiayaan sendiri, Menkes menegaskan bahwa skrining kanker saat ini sudah ditanggung BPJS Kesehatan. Atas dasar itu, masyarakat sudah bisa memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk skrining kanker secara gratis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FASYANKES) terkait.

''Misalnya untuk kanker kolorektoral, sekarang untuk laki-laki usia diatas 50 tahun sudah bisa melakukan deteksi dini gratis di fasyankes,'' ucap Menkes.

Untuk melengkapi peralatan medis terutama di fasyankes daerah, Kemenkes tengah berupaya memenuhi peralatan yang dibutuhkan berdasarkan jenis kanker yang paling banyak diderita masyarakat di suatu daerah tersebut. Menkes membeberkan bahwa saat ini Kemenkes berupaya memenuhi alat deteksi dini untuk penanganan kanker pada wanita, pria maupun anak.

Sebelumnya diberitakan bahwa Kemenkes telah menyiapkan mammografi dan USG di 514 kabupaten/kota untuk deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks pada perempuan. Kemenkes juga memenuhi kebutuhan CT Scan di 514 kabupaten/kota untuk deteksi dini kanker kolorektoral pada laki-laki. Tak ketinggalan, pemenuhan 10.000 hematoanalyzer untuk mendeteksi kelainan darah putih pada anak-anak.

''Kanker payudara paling banyak diderita perempuan, kita sudah memasang 6000 USG, mudah-mudahan 10.000 USG bisa kita penuhi tahun ini. Kedua ada serviks, kita sudah wajibkan vaksinasi HPV. Testingnya nanti kita geser dari tes IVA dan pap smear ke HPV DNA, ini untuk pencegahan,'' jelas Menkes Budi.

Selain upaya preventif melalui skrining kesehatan, Kemenkes juga mendorong seluruh fasyankes di daerah untuk mampu melakukan perawatan dan pengobatan kanker. Setidaknya, Kemenkes menekankan pentingnya kemampuan untuk melakukan bedah onkologi dan kemoterapi serta radioterapi di 34 provinsi. Hal ini dilakukan Kemenkes mengingat banyak pasien kanker yang melakukan pemeriksaan sudah dalam stadium lanjut.

Dari segi tenaga kesehatan sendiri, Menkes berupaya mempercepat pemenuhan tenaga kesehatan yang bermutu dan berkualitas di seluruh fasyankes di Indonesia. Aspek ini ditempuh melalui beberapa program khusus seperti pengiriman dokter spesialis adaptan luar negeri, penugasan khusus, dan program pengampuan.

Baca Juga: