JAKARTA - Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Perdagangan, menyusun peta jalan (road map) pengelolaan limbah non-bahan berbahaya dan beracun sebagai bahan baku industri. Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan ketersediaan bahan baku industri dalam negeri untuk kelompok kertas dan kelompok plastik sebagai pengganti bahan baku impor limbah non bahan berbahaya dan beracun (skrap kertas dan plastik).

"Peta jalan atau road map ini disusun paling lama enam bulan sejak keputusan bersama ditetapkan pada 27 Mei 2020. Artinya paling lambat pada November tahun ini harus sudah tersusun peta jalan tersebut," kata Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3),Rosa Vivien Ratnawati pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) bersama sejumlah Direktur Jenderal dengan Komisi IV DPR, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (9/7). RDP membahas permasalahan impor sampah non bahan berbahaya dan beracun ilegal di Indonesia.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perdagangan, Menteri LHK, Menteri Perindustrian, dan Kepolisian Negara RI Nomor 482 tahun 2020 ini tentang Pelaksanaan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri.

Menurut Vivien dalam pernyataan tertulisnya, peta jalan mencakup pula pengurangan batasan toleransi kandungan material ikutan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua SKB (toleransi kandungan materialikutan pada impor limbah non-bahan berbahaya dan beracununtuk kelompok kertas dan kelompok plastik ditetapkan sebesar dua persen) serta penurunan impor secara bertahap, yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku industri kelompok kertas dan kelompok plastik dalam negeri.

Terkait dengan peta jalan yang tertuang dalam SKB tersebut, Rosa Vivien mengkaitkan keputusan RDP Komisi IV dan sejumlah Dirjen Kementerian ini yakni Komisi IV DPR mendorong pemerintah untuk secara bertahap memberlakukan pengurangan batasan toleransi kandungan material ikutan kurang dari dua persen, untuk kelompok kertas dan kelompok plastik.

Disebutkan juga keputusan RDP ini yaitu Komisi IV DPR mendorong pemerintah untuk secara bertahap memberlakukan kebijakan penurunan jumlah impor sesuai ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri, untuk kelompok kertas dan kelompok plastik dalam negeri.

Selain itu, ungkap Vivien, keputusan RDP juga memuat Komisi IV DPR meminta pemerintah melaluiKementerian Perdagangan untuk terus melakukan evaluasi dan pengawasan ketat atas kinerja surveyor pelaksana verifikasi kontainer berisi limbah non bahan berbahaya dan beracun yang akan diekspor dari negara eksportir ke Indonesia.

Kepada para Dirjen, dalam kesimpulan ini disebutkan, Komisi IV DPR meminta agar KLHK, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Keuangan untuk terus melakukan koordinasi dalam rangka pemecahan permasalahan impor sampah dan/atau limbahbahan berbahaya dan beracun ilegal di Indonesi

Sanksi Pidana

Vivien dalam paparanya menegaskan sanksi tegas memang telah memiliki dasar hukum yang kuat yakniPasal 39 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2008 yang berbunyi:

  1. memasukkan dan/atau mengimpor sampah Rumah Tangga dan/atau sampah sejenis Rumah Tangga ke dalam wilayah NKRI, pidana penjara minimal 3 tahun dan paling lama 9 tahun dan denda minimal 100 juta dan paling banyak 3 milyar
  2. memasukkan sampah spesifik ke dalam wilayah NKRI diancam pidana penjara minimal 4 tahun paling lama 12 tahun dan denda minimal 200 juta dan paling banyak 5 miliar

Kemudian Pasal 69 ayat (1) No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga ditegaskan:

  1. huruf c dilarang memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah NKRI ke media lingkungan hidup NKRI".
  2. huruf d dilarang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah NKRI

Begitu juga Pasal 106 UU Nomor 32 Tahun 2009: memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI dipidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit 5 milyar dan paling banyak 15 miliar.

Sedangkan sanksi administratif tercantum dalam Pasal 24 Permendag Nomor 84 Juncto Nomor 92 Tahun 2019 yakni Pencabutan Persetujuan Impor (PI) jika importir tidak melaksanakan reekspor.

Mengenai penanganan impor limbah B3 ilegal, Vivien menjelaskan, pemeriksaan bersama untuk kontainer impor Limbah Non B3 antara KLHK dan Bea Cukai dilaksanakan atas permintaan Ditjen Bea Cukai. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dari Februari 2019 hingga 18 Mei 2020 adalahtotal kontainer diperiksa 1.121 kontainer, total kontainer di-release ke importir (bersih): 685 kontainer, total kontainer harus reekspor (terkontaminasi/tercampur sampah dan/atau limbah B3): 436 kontainer, total kontainer sudah reekspor: 304 kontainer, sedangkan total kontainer dalam proses reekspor :132 kontainer (menunggu persetujuan dari negara sumber limbah). mar/N-3

Baca Juga: