Pasukan keamanan Myanmar terus melakukan represi terhadap demonstran antikudeta. Kali ini mereka mengepung, menggeledah dan menangkap demonstran di sebuah distrik komersial di Yangon.

YANGON - Warga yang tinggal di sebuah distrik di Kota Yangon, Myanmar, pada Selasa (9/3) melaporkan bahwa pasukan keamanan telah melakukan penggeledahan di rumah mereka untuk menangkap pengunjuk rasa antikudeta. Penggeledahan itu terjadi saat pasukan keamanan mengepung Distrik Sanchaung pada Senin (8/3) malam hingga Selasa dini hari.

Sebelumnya pada Senin siang, massa kembali memenuhi Distrik Sanchaung untuk berunjuk rasa menyuarakan tuntutan bagi dibebaskannya Aung San Suu Kyi. Aksi protes ini digelar dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Distrik Sanchaung merupakan sebuah area komersial di Yangon.

"Saat malam tiba, pasukan keamanan menutup jalan-jalan di Sanchaung saat sekitar 200 orang pengunjuk rasa masih berkumpul di distrik," lapor juru bicara untuk kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Myanmar, Liz Throssell.

Saat terjadi pengepungan, sempat terdengar letupan keras dari arah distrik itu. Warga setempat mengatakan bahwa pasukan keamanan mulai melakukan penggeledahan di apartemen-apartemen saat jaringan internet dimatikan pada jam 1 dini hari.

"Apartemen-apartemen yang digeledah oleh pasukan keamanan terutama yang mengibarkan bendera Partai National League for Democracy (NLD) di balkon apartemen," ungkap warga. "Mereka (pasukan keamanan) menggeledah setiap gedung di Jalan Kyun Taw untuk mencari demonstran yang bersembunyi. Mereka mendobrak paksa setiap pintu akses gedung apartemen yang terkunci," imbuh warga itu seraya menambahkan bahwa ia mendengar ada puluhan orang telah ditangkap.

Saat subuh tiba, pasukan keamanan mulai mundur dan sejumlah demonstran bisa keluar dari distrik itu.

Sementara itu Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga turut melontarkan seruan agar pasukan keamanan Myanmar menahan diri dan meminta pembebasan demonstran dengan tanpa kekerasan maupun penahanan. "Banyak dari mereka yang terkepung adalah kaum perempuan yang sedang mengikuti pawai damai untuk memperingati Hari Perempuan Internasional," ucap Stephane Dujarric, juru bicara bagi Sekjen Guterres.

Cabut Izin Media

Sementara itu stasiun televisi milik pemerintah, MRTV, pada Senin melaporkan bahwa junta Myanmar telah mencabut izin lima media lokal yaitu Mizzima, DVB, Khit Thit Media, Myanmar Now, dan 7Day News.

"Perusahaan media ini tidak lagi diizinkan untuk menyiarkan atau menulis atau memberikan informasi dengan menggunakan platform media apa pun atau menggunakan teknologi media apa pun," demikian bunyi pengumuman tersebut.

Izin lima media ini dicabut dengan alasan bahwa mereka telah melakukan liputan luas tentang aksi unjuk rasa di Myanmar, sering kali menayangkan siaran langsung secara daring.

Dilaporkan pula bahwa kantor Myanmar Now digerebek oleh pihak berwenang pada Senin, sebelum keputusan itu diumumkan.

Selain Myanmar Now, stasiun televisi daring Kamaryut Media pada Selasa juga melaporkan kantornya telah digerebek oleh petugas keamanan berpakaian preman dan dua anggota stafnya digiring ke kendaraan militer yang menunggu di luar kantor stasiun televisi itu. AFP/I-1

Baca Juga: