Diskon PPnBM dapat menggerus penerimaan negara yang saat ini seret akibat terdampak krisis kesehatan dan ekonomi. Dikhawatirkan, kondisi itu akan memicu peningkatan utang.

JAKARTA - Rencana pemerintah memberikan diskon Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor berpotensi memicu polusi akibat peningkatan emisi gas buang. Karenanya. Insentif pajak di sektor otomotif semestinya diberikan untuk kendaraan ramah lingkungan, terutama kendaraan listrik.

Ekonom Universitas Diponegoro Semarang Jawa Tengah, Esther Sri Astuti mengatakan tax incentive digunakan untuk meningkatkan efisiensi pasar. Apabila pemerintah ingin mendorong perilaku konsumen yang shifting atau beralih ke mobil produksi lokal, maka memang caranya dengan memberikan tax reduction. Karenanya, harga jual mobilnya menjadi lebih murah, dan konsumen akan membeli Mobil itu.

"Tapi kalau tax reduction itu diberikan ke mobil di bawah 1.500cc, padahal mobil jenis itu ada yang diproduksi asing juga. Jadi, menurut saya, kebijakan tax reduction justru akan meningkatkan kemacetan. Karena orang akan terdorong untuk membeli semua jenis mobil di bawah 1.500cc baik yang lokal maupun yang asing," tegas Esther kepada Koran Jakarta, Jumat (12/2).

Menurutnya, pemerintah seharusnya memberikan tax incentive ke mobil rendah emisi sehingga masyarakat beralih ke mobil dengan bahan bakar renewable energi. Hal itu telah diterapkan di sejumlah negara, termasuk Jepang dan Belanda.

"Tax incentive jangan diobral karena tax ratio Indonesia lebih rendah daripada negara ASEAN lain seperti Singapura dan Malaysia yang hanya berkisar 10 persen. Seharusnya pemerintah bisa generate more income dari pajak atau dari pendapatan nonpajak, daripada rely on pada utang," jelasnya.

Seperti diketahui, pemerintah memangkas PPnBM secara bertahap selama sembilan bulan. Masing-masing tahapan akan berlangsung selama tiga bulan. Insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada tahap pertama, lalu diikuti insentif PPnBM sebesar 50 persen dari tarif yang akan diberikan pada tahap kedua, dan insentif PPnBM 25 persen dari tarif akan diberikan pada tahap ketiga.

Evaluasi Berkala

Besaran insentif ini akan dievaluasi setiap tiga bulan. Instrumen kebijakan akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang ditargetkan akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2021.

Dengan skenario relaksasi PPnBM secara bertahap, maka berdasarkan data Kementerian Perindustrian diperhitungkan dapat meningkatkan produksi otomotif mencapai 81.752 unit.

"Kebijakan itu juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar 1,62 triliun rupiah," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto menilai relaksasi pajak mobil dengan kapasitas mesin 1.500 cc ke bawah dapat menggairahkan pasar otomotif dalam negeri. Namun, di memperingatkan kebijakan tersebut jangan melupakan dukungan terhadap UMKM yang jumlahnya banyak.

"Sedangkan kekurangannya adalah negara akan kehilangan pendapatan dari jenis produk ini, dan itu larinya ke utang," ujarnya.

Baca Juga: