JAKARTA - Sebuah majalah nasional, dalam salah satu ulasannya, menulis tentang kunjungan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Hendropriyono bersama istri ke Istana Negara.

Dengan mengutip sumber tiga purnawirawan TNI yang tak disebutkan namanya, majalah nasional itu menyebutkan pertemuan Jenderal Hendro dengan Presiden Jokowi, untuk melobi agar sang menantu, Jenderal Andika Perkasa jadi Panglima TNI. Lalu, muncul berita berjudul Lobi Mertua Calon Panglima.

Seperti diketahui, Jenderal Hendro, jenderal bintang empat Kopassus yang sudah purnawirawan ini tak lain adalah mertua dari Jenderal Andika Perkasa, Kepal Staf Angkatan Darat (KSAD) saat ini. Jenderal Hendro sendiri bersama istrinya, memang sempat bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara pada 7 Mei 2021.

Rupanya, pemberitaan itu mendapat tanggapan balik dari Jenderal Hendro. Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, menyayangkan pihak majalah yang sudah punya reputasi itu menulis berita tanpa cover both side.

Dalam keterangannya, Jenderal Hendro mengatakan, kalau tidak cover both side, majalah tersebut bisa ditinggalkan pembacanya.

Ini yang Hendro sayangkan. Sebab tiga purnawirawan yang dikutip majalah tersebut dalam pemberitaannya, tak ikut dalam pertemuan dirinya dengan Jokowi.

"Tiga orang purnawirawan yang tidak disebut namanya itu yang dijadikannya sumber berita, tidak berada bersama kami, yaitu saya, istri saya dan Pak Jokowi ketika kami bertemu. Jadi tidak relevan untuk dapat dijadikan sumber berita bagi suatu liputan pers yang profesional dan kredibel," kata Hendro.

Pihak majalah juga dalam beritanya menulis, coba menghubungi Hendro untuk konfirmasi. Namun, tidak direspons.

Kata Hendro, usaha cover both side dari pihak redaksi majalah yang gagal menghubunginya bukan merupakan kegagalan dirinya. Justru itu adalah kegagalan pihak redaksi majalah tersebut untuk mendapatkan sumber berita.

"Tidak bisakemudian itu dijadikan dalih untuk mengarang cerita. Itu namanya fitnah," cetus Hendro.

Dengan tegas Hendro pun mengatakan menyebar fitnah adalah tindak pidana. Dan ini diatur dalam Undang-undang ITE. Tapi kata dia, yang paling berat adalah hukuman sosial. Masyarakat bisa memandang rendah dan tidak percaya kepada majalah tersebut.

"Saya sampaikan nasihat ini karena rasa sayang saya kepada teman-teman junior, bahkan sahabat saya yang masih bekerja giat di sana. Jangan marah atas nasihat orang tua ini, karena landasan saya sama sekali bukan rasa benci. Anggaplah sebagai pelajaran untuk beretika, yang barangkali juga bermanfaat bagi dunia pers kita dalam kebebasannya," pungkasnya.

Baca Juga: