Presiden Joko Widodo telah mengutus Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi ke Myanmar untuk mendesak otoritas keamanan Myanmar segera menghentikan segala bentuk kekerasan di Rakhine State dan melindungi seluruh warga, termasuk muslim Rohingya.
Retno telah menjalankan misi diplomasi kemanusian dengan menemui National Security Adviser Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior U Min Aung Hlaing, Senin (4/9). Dia mengusulkan formula 4+1 sebagai solusi masalah keamanan dan kemanusiaan Rakhine State.
Empat elemen pertama terdiri dari upaya mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, melindungi semua orang di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama, serta segera membuka akses bantuan kemanusiaan. Ini merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusian dan keamanan tidak memburuk.
Sementara itu, satu elemen lainnya upaya menjalankan rekomendasi Laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine State pimpinan Kofi Annan. Sejauh ini diplomasi kemanusiaan Indonesia menghasilkan kesepakatan bersama ASEAN terlibat dalam penyaluran bantuan kemanusiaan di Rakhine State.
Dalam pemberian bantuan kemanusiaan, Indonesia menekankan harus sampai kepada semua orang yang memerlukan, tanpa kecuali, tiada memandang agama dan etnis. Pemerintah tidak lupa melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Bahkan sejumlah elemen masyarakat Indonesia telah sepakat membentuk Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) pada 31 Agustus 2017.
Aliansi terdiri atas 11 organisasi kemanusiaan memprioritaskan bantuan pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pemulihan kondisi Rakhine. Komitmen bantuan AKIM sebesar dua juta dollar AS. Retno melanjutkan ke Dhaka, bertemu menteri luar negeri dan perdana menteri Bangladesh.
Diplomasi dari hulu ke hilir itu merupakan strategi tepat. Dalam menyelesaikan masalah di Rakhine State. Kita tak bisa hanya menilik dari satu sisi, tapi harus melihat hingga ke akar masalah, hulu. Selain itu juga dampak dari masalah itu di hilir seperti pengungsi ke Bangladesh.
Indonesia berencana membawa masalah krisis kemanusian yang mengorbankan etnis Rohingya ke forum Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) 10-11 September 2017 di Kazakhstan. Diplomasi di forum OKI akan dipimpin langsung Wakil Presiden Jusul Kalla. Indonesia juga membawa persoalan ini ke sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kita berharap masyarakat Indonesia tidak emosional dalam merespons konflik tersebut. Aksi solidaritas berdasarkan kesamaan agama memang patut dilakukan untuk membantu penderitaan etnis Rohingya. Tetapi, aksi-aksi emosional seperti pelemparan bom molotov ke Kantor Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta, atau rencana unjuk rasa di Candi Borobudur, tidak perlu dilakukan.
Sikap responsif Indonesia yang telah melakukan berbagai langkah konkret, termasuk mengirim Retno Marsudi ke Myanmar harus didukung sepenuhnya. Konflik di Myanmar cukup kompleks. Pendekatan persuasif pemerintah Indonesia selama ini terbukti cukup berhasil membangun komunikasi dengan pemerintah Myanmar guna mencari solusi terbaik.
Misi Presiden Jokowi terhadap perdamaian Myanmar yang dibebankan pada Retno sangat berat dan bisa jadi butuh waktu panjang. Apalagi sejarah perlawanan bersenjata di Rakhine pun sangat rumit dan sudah berlangsung sejak perang sipil Burma. Pemerintah Indonesia tidak boleh menyerah. Tidak ada yang tidak mungkin, demi tujuan damai.