JAKARTA - Perhatian pelaku pasar masih tertuju pada rencana normalisasi kebijakan moneter oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Ekspektasi terkait pengurangan stimulus atau tapering terus menguat.

Sentimen tersebut mendorong investor berburu sarana lindung nilai yang aman, yakni dollar AS dan mengesampingkan aset berisiko, termasuk rupiah. Situasi tersebut diperkirakan dapat membuat rupiah kembali terdepresiasi, seperti pada awal pekan ini.

Seperti diketahui, kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa (12/10) sore, ditutup melemah, seiring ekspektasi pelaku pasar terkait pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed). Rupiah ditutup melemah 10 poin atau 0,07 persen dari sehari sebelumnya menjadi 14.218 rupiah per dollar AS.

"Melonjaknya harga energi dan dampak inflasinya membuat The Fed kemungkinan akan memulai pengurangan aset seperti yang direncanakan pada November 2021 dan menaikkan suku bunga pada 2022, meskipun laporan pekerjaan AS pada Jumat lalu mengecewakan," kata Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta.

Kementerian Tenaga Kerja AS melaporkan data penggajian nonpertanian atau Non Farm Payrolls (NFP) naik sebanyak 194.000 pekerjaan pada periode September, jauh di bawah estimasi sebanyak 500.000 pekerjaan.

Baca Juga: